aPenguatan itu dikontribusi dari kenaikan minyak nabati lainnya.
Dilansir Reuters, Kamis (10/4/2025), kontrak acuan minyak kelapa sawit untuk pengiriman Juni di Bursa Malaysia Derivatives Exchange menguat MYR 65 atau 1,57% menjadi MYR 4.213 per metrik ton pada jeda perdagangan siang. Sementara itu, data dari Malaysia Palm Oil Board (MPOB) menunjukkan kenaikan stok pada bulan Maret 2025.
BACA JUGA: Resep Membangun Cult Brand, Lebih dari Sekadar Top of Mind!
“Kontrak berjangka bereaksi terhadap kenaikan minyak nabati saingannya. Data ekspor akan memberi petunjuk mengenai arah ke depan,” kata trader yang berbasis di Kuala Lumpur.
Data dari MPOB menunjukkan stok minyak kelapa sawit Malaysia pada akhir Maret menguat 3,52% dari bulan sebelumnya menjadi 1,56 juta metrik ton. Sebuah survei Reuters memperkirakan persediaan mencapai 1,56 juta ton, dengan produksi mencapai 1,31 juta ton dan ekspor sebesar 1,02 juta ton.
BACA JUGA: Gandeng Bank BRI, BRIDS Luncurkan Layanan Investasi Terintegrasi
Kontrak kedelai yang paling aktif di Dalian menguat 0,74%, sementara kontrak minyak kelapa sawit naik 1,39%. Harga kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) melonjak 0,61%.
Banderol CPO mengikuti pergerakan harga minyak nabati saingannya, karena minyak sawit bersaing memperebutkan pangsa pasar minyak nabati global. Sementara itu, harga minyak mentah merosot seiring aksi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meningkatkan perang dagang dengan Cina.
Bahkan, ketika ia mengumumkan jeda 90 hari untuk tarif yang ditujukan ke negara-negara lain, Trump justru menambah intensitas ketegangan ke Negeri Tirai Bambu.
BACA JUGA: Pertamina International Shipping Tekan 51 Kiloton Emisi Karbon
Harga minyak mentah berjangka yang lebih rendah membuat kelapa sawit menjadi pilihan yang kurang menarik sebagai bahan baku biodiesel. Ringgit, mata uang perdagangan kelapa sawit, menguat 0,47% terhadap dolar AS membuat komoditas ini menjadi lebih mahal.
Editor: Ranto Rajagukguk