Hilirisasi Berjalan Optimal, Ekspor Baja Melonjak 20 Kali pada Tahun 2021

marketeers article
workers driver of the trailer lorry is lashing securing steel slab on the trailer, lashing securing goods by tightening chain for lashing before delivery to9 the destination

Menteri Koordintor Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim program pemerintah untuk memperkuat hilirisasi industri nikel nasional berjalan optimal sepanjang tahun 2021. Hal ini tercermin dari melonjaknya ekspor baja yang merupakan produk turunan nikel sebesar 20 kali dibandingkan tahun sebelumnya (year on year/yoy).

Airlangga mengatakan, upaya memperkuat industri hilir dilakukan agar Indonesia tidak menjadi negara pengekspor bahan baku. Melainkan menjadi negara produsen barang jadi sehingga memberikan nilai tambah dari setiap komoditas ekspor.

“Pada tahun kemarin, ekspor besi baja Indonesia mencapai US$ 20,8 miliar. Pendapatan itu naik hingga 20 kali lipat dibanding tahun sebelumnya, yang hanya ekspor bahan mentah nikel dengan pendapatan US$ 1 miliar,” ujar Airlangga melalui keterangannya, Senin (21/2/2022).

Menurut dia, adanya penguatan terhadap industri hilirisasi dapat memberikan kontribusi positif terhadap neraca dagang. Sehingga ke depan pemerintah bakal terus memperkuat industri tersebut dan menambah lebih banyak investasi.

“Ekspor ini menjadi bagian yang berkontribusi menciptakan neraca dagang yang positif. Oleh karena itu, pemerintah berupaya bahwa kebijakan hilirisasi terus berjalan, dan tidak ada lagi hambatan untuk ekspor,” ujarnya.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan, selain nikel komoditas potensial lain yang bisa digenjot untuk memperkuat hilirisasi yakni tembaga. Terlebih lagi, massifnya kampanye penggunaan energy baru terbarukan (EBT), solar panel, dan kendaraan listrik membuat permintaannya semakin meningkat.

Dengan adanya hilirisasi, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan produk di dalam negeri seperti katoda tembaga untuk industri kawat atau kabel (wire), batangan tembaga (rod bar), industri kimia, serta produk samping berupa asam sulfat untuk bahan baku pabrik pupuk serta copper slag dan gypsum sebagai bahan baku semen. Hal ini dinilai akan mendukung kebijakan substitusi impor.

“Hilirisasi industri ini menjadi penting dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku sumber daya alam dan peningkatan nilai tambah. Sebagai ilustrasi, hilirisasi dari biji tembaga menjadi kawat konduktor akan meningkatkan nilai tambah dari US$ 3.900 per metric ton (MT) menjadi US$ 8.000 per MT atau naik hingga dua kali lipat,” tuturnya.

Editor: Sigit Kurniawan

Related