Hindari Plagiasi, Musisi Indonesia Harus Daftarkan Hak Cipta Karyanya

marketeers article
Hi-Fi acoustic sound system closeup. Macro shot. 3d render

Di balik meriahnya gemerlap panggung pertunjukkan musik, terdapat para seniman-seniman nada yang penuh dengan rasa khawatir. Terutama, akan karyanya yang tidak terlindungi, sehingga digunakan secara bebas tanpa ada royalty yang bayarkan.

Masalah ini semakin kompleks dengan tekanan digitalisasi. Teknologi yang terus berkembang menghadirkan berbagai platform yang memudahkan para penikmat musik untuk mendengarkan lagi dari musisi favorit mereka. Lewat berbagai platform musik digital juga, para pendengar dapat lebih mudah mengeksplorasi musik. Seharusnya, hal ini menjadi angin segar untuk para musisi, baik yang sudah mapan maupun yang baru saja merintis karirnya.

“Pada kenyataannya, industri musik saat ini memperlihatkan sebaliknya. Secara pasar, penjualan karya fisik seperti kaset album menurun drastis. Sementara musik digital juga belum menunjukkan kenaikan berarti,” kata Elfonda (Once) Mekel, musisi di acara IP Talks from Home, yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI, Jumat (24/04/2020).

Hal ini dipengaruhi banyak faktor. Namun, yang paling besar adalah kurangnya kesadaran baik dari musisi dan audiens mengenai hukum Hak Kekayaan Intelektual.

Dijelaskan oleh Marulah J. Hutauruk, Komisioner LMKN, para musisi di Indonesia harus proaktif mendaftarkan karyanya sebagai produk kekayaan intelektual. Pendaftaran ini juga harus dilakukan secara mendetail. Mulai dari composer, lyricist, arranger, hingga penyanyi yang membawakan. Pendaftaran karya juga meliputi informasi mengenai kapan musik tersebut dibuat dan makna.

“Dengan mendaftarkan karya secara mendetail, pembagian keuntungan atas karya tersebut akan merata sekaligus mencegah plagiarisme dan penggunaan karya secara gratis. Di era digital ini, tidak jarang musisi pasrah melihat karyanya digunakan sebagai produk komersial, namun tidak mendapatkan imbalan atas karya tersebut karena tidak didaftarkan,” kata Marulah.

Dilanjutkan, pendaftaran dan pencatatan hak cipta ini juga bisa menjadi jaminan penghasilan bagi musisi-musisi saat sudah tidak lagi aktif nantinya. Menurutnya, di era digital di mana musik dapat diarsipkan dan terus didengarkan dengan kualitas baik bahkan setelah puluhan tahun lamanya dapat dimanfaatkan sebagai cara musisi untuk tetap berpenghasilan.

“Jika ada pencatata hak cipta, akan lebih mudah bagi LMKN untuk menagih royalty dan membayarkannya kepada para musisi. Maka dari itu, daftarkan hak cipta agar karya tidak didengar tanpa menghasilkan keuntungan, lebih buruknya diplagiasi,” tutup Marulah.

Editor: Eko Adiwaluyo

Related