Honesti Basyir: Pandemi Jadi Momentum Bagi Bio Farma

marketeers article

Selama setahun terakhir, kiprah PT Bio Farma (Persero) patut diapresiasi. Pasalnya, holding BUMN Farmasi ini punya peran besar dalam pengembangan vaksin COVID-19 yang merupakan game changer dan jawaban atas segala masalah yang diakibatkan oleh pandemi ini. 

Oktober lalu, perusahaan yang berdiri pada tahun 6 Agustus 1890 ini terpilih sebagai salah satu potential drug manufacturer (PDM) oleh lembaga Internasional Coalition for Epidemic Preparedness Innovation (CEPI) untuk memproduksi vaksin COVID-19. Hal ini membuat saham anak-anak perusahaan Bio Farma seperti PT Kimia Farma Tbk. dan PT Indofarma Tbk. melonjak selama proses uji klinis fase 3. 

Selain itu, masih di tengah wabah COVID-19, sebagian negara terkena wabah polio baru. WHO merekomendasikan vaksin nOPV2 yang dikembangkan Bio Farma untuk penggunaan darurat guna mengatasi tingginya kasus strain polio di sejumlah negara di Afrika, Mediterania Timur, Pasifik Barat, dan Asia Tenggara. Ini bukti bahwa Bio Farma memiliki brand reputation tinggi di dunia internasional. 

Kesuksesan Bio Farma selama setahun terakhir tidak lepas dari peran Honesti Basyir selalu Chief Executive Officer. Atas prestasi selama setahun terakhir inilah, MarkPlus, Inc. memberikan penghargaan Marketeer of The Year 2020 kepada Honesti Basyir. Penghargaan ini diberikan saban tahun kepada para pemasar yang dalam periode setahun telah melakukan hal-hal yang berdampak pada perusahaan, industri, dan masyarakat luas. Pada masa pandemi, penghargaan diberikan pada pemasar yang mampu menunjukkan CI-EL atau Creativity, Innovation, Entrepreneurship, dan Leadership. Penghargaan ini diberikan dalam The 15th Annual MarkPlus Conference 2021 yang digelar secara omni pada Rabu (9/12/2020). 

Lantas apa resep Honesti dalam memimpin Bio Farma selama setahun terakhir ini? Simak penuturan Honesti Basyir kepada  Sigit Kurniawan dari Markteeers.

Setahun terakhir industri diwarnai COVID-19. Apa pandangan Anda? 

Ini momentum untuk memperkenalkan industri farmasi. Orang-orang di Indonesia ini mungkin mengenal industri ini sebatas obat-obatan. Mereka lebih mengenal telco, maupun banking. Namun, saat ini, hampir semua orang berpaling pada industri ini.

Saya bergabung di Bio Farma pada September 2019. Saat saya baru menata perusahaan, tiba-tiba muncul COVID-19. Ini ujian luar biasa. Sebagai holding, kami berpikir apa yang bisa saya lakukan untuk Indonesia. Apalagi banyak yang mempertanyakan apa yang bisa dilakukan pelaku industri farmasi di Indonesia. Kami sadar diri bahwa tidak ada yang siap menghadapi pandemi saat itu meledak, termasuk negara seperti Amerika Serikat. Setidak-tidaknya, kami memutuskan untuk melakukan inisiatif yang bisa memberi rasa aman dan tenang bagi masyarakat. Minimal mereka mulai sadar, ada satu perusahaan milik negara yang mulai melakukan sesuatu untuk menangani pandemi ini. 

Pandemi adalah masalah besar, tapi Anda sigap mengatasinya. Kenapa?

Cara berpikirnya adalah mega. Kami mengedepankan lebih dulu apa yang bisa kami berikan untuk kepentingan masyarakat luas. Kalau saya berpikir besar, yang kecil-kecil bisa didapatkan. Di sini, kami tak memikirkan bisnisnya lebih dulu. Saya masih ingat kalimat dari Pak Arief Yahya yang saya anggap sebagai mentor saya: the more you give, the more you get. Pola pikir semacam ini yang juga saya tanamkan di dalam benak teman-teman di holding

Soal vaksin, reputasi Bio Farma kuat di mata internasional. Bagaimana Anda menyakinkan masyarakat Indonesia?

Bo Farma ini ibarat mutiara terpendam. Perusahaan ini sudah berusia 130 tahun. Namun, orang tidak mengenal Bio Farma seperti halnya Kalbe Farma. Mungkin karena banyak faktor. Salah satunya, Bio Farma bukan perusahaan publik yang mana akses informasi tentang perusahaan ini bersifat tertutup. Saat ini merupakan momentum yang pas untuk memperkenalkan perusahaan dengan segala kompetensi yang dimiliki. 

Kami mulai mengomunikasikannya pada masyarakat. Awal pandemi merebak, hampir semua produk yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah dimiliki oleh Bio Farma. Ini tentu bukan obat COVID-19, karena sampai sekarang belum ada obatnya, melainkan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi gejala-gejalanya. 

Terkait obat-obatan, bagaimana Bio Farma menjaga supply dan demand

Betul, supply harus dijaga saat demand sedang tinggi-tingginya. Percuma kalau demand sangat besar, supply-nya justru kurang. Di awal, memang kami akui, pasokannya tidak cukup. Persoalan ini disebabkan salah satunya oleh bahan baku. Faktanya, 90% bahan baku farmasi di Indonesia masih impor dari China dan India. Lalu, kami mencari ke sumbernya. Ini tak gampang karena selain rebutan dengan yang lain, China saat itu sedang dalam keadaan lock down. Kami benar-benar fight. Saya sampai charter pesawat Garuda Indonesia untuk bisa mengambil bahan baku. Saya kirim pesawat dari Jakarta ke India. Setelahnya, saya bilang bahwa sudah ada bahan baku untuk sekian juta penderita COVID-19. 

Sembari menunggu vaksin, apa yang Anda lakukan?

Kami ingin berkontribusi pada pencegahan penyebaran virus itu. Kita menyadari game changer semua ini adalah vaksin. Sebab itu, kami mulai mencari informasi dan menjajal kolaborasi dengan partner yang tepat. Ini yang menjadi latar mengapa untuk pertama kalinya kami berkolaborasi dengan Sinovac. Kolaborasi ini terjadi karena kami memiliki platform yang sama. Sinovac mengembangkan vaksin COVID-19 berdasarkan inactivated virus yang mana ini sudah dimiliki Bio Farma. 

Seberapa besar kapasitas produksinya?

Kami menguasai teknologinya dan kapasitas produksi yang cukup besar. Total kemampuan produksi Bio Farma selama setahun adalah sekitar 2,5 miliar dosis per tahun untuk semua vaksin. Untuk vaksin COVID-19 ini, kami sudah set up fasilitas khusus dengan kapasitas produksi 250 juta dosis per tahun. Bio Farma merupakan harta terpendam yang belum dieskplorasi. Pandemi ini merupakan momentum dan momentum tak tidak akan datang dua kali. 

Apa saja inisiatif utama Anda menghadapi pandemi?

Ada tiga inisiatif yang kami lakukan untuk menghadapi pandemi. Pertama, untuk ranah terapeutik, kami fokuskan pada Kimia Farma dan Indo Farma. Mereka memiliki pabrik obat andalan. Kedua, untuk pencegahan, kami meluncurkan produk-produk pendukung, seperti suplemen, masker, alat-alat kesehatan, dan sebagainya. Ketiga,kami melakukan inovasi.

(Selengkapnya bisa Anda baca di Majalah Marketeers edisi Desember 2020)

    Related