ICHSS 2021 President University: Ilmu Humaniora Dapat Berkontribusi Menangani Pandemi

marketeers article
Business employees wearing mask during work in office to keep hygiene follow company policy.Preventive during the period of epidemic from coronavirus or covid19.

Fakultas Humaniora President University (PresUniv) menyelenggarakan International Conference on Humanities and Social Science (ICHSS) 2021 pada Selasa-Rabu (26-27 Oktober 2021). Mengangkat tema “The Opportunities of Crisis: International Experiences and Best Practices in the Time of Covid-19 and Beyond in Society 5.0”,  konferensi internasional ini menjadi ajang perdana yang digelar Fakultas Humaniora PresUniv. 

Dibuka oleh Budi Susilo Soepandji, Ketua Yayasan Pendidikan Universitas Presiden (YPUP), konferensi tingkat global ini diharapkan dapat membuka mata banyak orang. Budi mengatakan bahwa tema tersebut sangat kontekstual dengan kondisi saat ini dan mengingatkan bahwa situasi pandemi ini telah mengubah peradaban global secara drastis dan tidak terprediksi sebelumnya. 

Bahkan, beberapa cendekiawan dan tokoh sebenarnya telah memprediksi akan adanya perubahan pesat di peradaban manusia. Namun, tak satupun dari mereka yang memprediksi bahwa pandemi akan mempengaruhi percepatan dari perubahan itu sendiri.

Mengutip salah satu buku dari mantan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Al Gore, yang berjudul The Future: Six Drivers of Global Change, ada enam faktor yang memicu terjadinya perubahan secara global di masa depan. Enam faktor ini meliputi, pertama eskalasi globalisasi ekonomi. Kedua, pesatnya perkembangan komunikasi digital dan jaringan internet.

Ketiga, menurunnya peran AS sebagai pemimpin global. Keempat, akumulasi dampak kerusakan lingkungan dan berkurangnya sumber daya alam yang vital bagi umat manusia. Kelima, pesatnya perkembangan bioteknologi dan ilmu hayati. Keenam, ketidakharmonisan antara peradaban manusia dan sistem ekologi. 

“Di sini terlihat bahwa Al Gore tidak memprediksi bahwa pandemi menjadi salah satu faktor yang mendorong percepatan dari perubahan global,” katanya.

Menurut Budi, pandemi membuat masyarakat kurang memiliki interaksi fisik dibandingkan sebelumnya. Dalam konteks yang lebih luas, hal ini memicu pertanyaan mendasar tentang apa kontribusi yang dapat diberikan Ilmu Humaniora untuk menanggapi situasi saat ini. Ia berharap melalui konferensi ini civitas academica global dari Hubungan Internasional, Ilmu Hukum, Ilmu Komunikasi, Pendidikan, dan Biodiversity dapat berbagi pandangan dan ilmu yang berharga untuk bertahan dalam kondisi sekarang. 

Untuk itu pula, ICHSS 2021 menghadirkan Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Republik Indonesia, sebagai pembicara kunci. Airlangga pun memaparkan update dari penanganan COVID-19 di Indonesia. 

“Penanganan kasus aktif di Indonesia lebih baik jika dibandingkan secara global. Dilihat dari kasus rata-rata, dalam tujuh hari ada kurang dari 1.000 kasus, yaitu 728, dan terus menurun. Pada Minggu (24/10) sudah menjadi 460 kasus,” ungkap Menteri Airlangga Hartarto.

Ia menegaskan bahwa meski jumlah kasus menurun sangat drastis, itu bukan karena pemerintah mengurangi jumlah tes. “Pemerintah tidak pernah  mengurangi jumlah tes,” tegasnya.

Mengutip Indeks Nikkei, Airlangga memaparkan bahwa penanganan COVID-19 di Indonesia bahkan lebih baik dari Filipina, Malaysia, Singapura, India, United Kingdom dan bahkan AS. 

Terdapat tiga strategi yang diterapkan pemerintah dalam menangani kasus COVID-19, yaitu deteksi, perubahan perilaku, dan vaksinasi. Pada tahap deteksi, pemerintah meningkatkan screening dan epidemiological test, serta contact tracing. Tidak hanya itu, pemerintah juga melakukan pengawasan genomik, karantina yang ketat, dan wajib PCR. 

Untuk perubahan perilaku, pemerintah mengonversi 30%-40% tempat tidur rumah sakit dan memasok semua logistik rumah sakit dan sumber daya manusia. Dokter magang dan co-assistant, sebagai tambahan tenaga kesehatan dikerahkan, kriteria pasien rawat inap diperketat, dan tempat penampungan sebagai pusat isolasi ditingkatkan. 

Sedangkan untuk vaksinasi, 50% pasokan vaksin dialokasikan untuk wilayah umum dan tingkat mobilitas yang tinggi. 80% masyarakat Indonesia ditargetkan sudah mendapatkan vaksin hingga akhir tahun ini.

Upaya pemerintah menangani pandemi COVID-19 berdampak terhadap kinerja perekonomian. Airlangga membeberkan faktanya. Pada kuartal kedua tahu 2021, Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi tertinggi dalam 16 tahun terakhir, yaitu sebesar 7,16%. 

Untuk sektor yang sedang dalam pemulihan saat ini adalah sektor industri, transportasi, retail, akomodasi, pertanian, hingga perumahan. 

Tantangan saat ini sebenarnya adalah demografi Indonesia. Kebanyakan dari Generasi Z dan milenial adalah generasi yang melek digital. “Ini tentu tantangan bagi PresUniv. Bonus demografi ini adalah kunci pertumbuhan Indonesia di masa mendatang,” katanya. 

Hal ini perlu menjadi perhatian, karena ekonomi digital Indonesia adalah yang terbesar di ASEAN. 41,9% total transaksi ekonomi digital di ASEAN datang dari Indonesia. Di sisi lain, mahasiswa saat ini adalah digital talents dan entrepreneurs masa depan. 

“Saya berharap jumlah entrepreneurs kita dapat tumbuh hingga 5% dari seluruh populasi. Saat ini rasionya masih sangat rendah, yaitu 3,5%. Dan area potensial yang perlu dikembangkan adalah kemampuan teknologi digital, artificial intelligence, big data, atau yang sedang popular saat ini, yaitu crypto,” tutup Airlangga. 

    Related