Imbas Krisis Iklim, Pertumbuhan Ekonomi RI Terancam Turun 1,24%

marketeers article
Ilustrasi krisis iklim akibat emisi gas karbon. Sumber gambar: 123rf.

Indonesia terancam mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,24% pada tahun 2030 akibat adanya krisis iklim yang melanda seluruh dunia. Potensi perlambatan ekonomi bisa lebih besar apabila krisis ini tidak segera ditangani dengan cepat.

Special Envoy for The Global Blended Finance Alliance (GBFA) Mari Elka Pangestu menjelaskan jika Indonesia bergerak lambat dalam menangani krisis iklim pada tahun 2050 hingga 2060 perlambatan ekonomi bisa mencapai 3% hingga 5%. Hal ini dihitung dari ancaman gangguan kesehatan hingga ancaman gagal panen dan kelaparan.

BACA JUGA: Luhut Ungkap Krisis Iklim Sebabkan 3 Juta Kematian

“Jadi pada pertumbuhan ekonomi saja sudah besar dampaknya. belum lagi dampak dari polusi dan ancaman lainnya yang menyebabkan cost besar,” kata Mari Elka dalam Indonesia Sustainability Forum di Jakarta, Jumat (8/9/2023).

Menurutnya, dampak terburuk dari krisis iklim yakni menurunnya angka harapan hidup masyarakat. Berdasarkan perkiraan, udara yang tercemar dapat menurunkan harapan hidup selama 1,2 tahun jika kondisinya tak membaik.

BACA JUGA: Perubahan Iklim Sebabkan Kerugian US$ 100 Miliar per Tahun

“Saya rasa orang-orang yang tinggal di Jakarta sudah sangat menyadari itu sekarang,” kata dia.

Mari Elka menyebut pemerintah harus mempercepat target bebas emisi karbon atau net zero emission 2060 yang sebelumnya sudah direncanakan. Kendati demikian, upaya mempercepat target tidaklah mudah lantaran memudahkan investasi besar.

Untuk itu, dia mendesak pemerintah agar mengeluarkan kepastian hukum terkait dengan regulasi yang mendukung percepatan tercapainya net zero emission 2060. Sebab, investasi dari pihak swasta sangat memerlukan kepastian hukum.

“Kita perlu rencana jangka panjang kalau ingin ada dana yang masuk dari swasta. Tanpa ada dasar kebijakan reformasi regulasi yang jelas sehingga swasta bisa melakukan hitung-hitungan risiko dan return-nya itu sangat sulit mendapatkan dana yang diperlukan untuk mencapai ambisi tersebut,” ujarnya.

Di sisi lain, Mari Elka menyebut transisi energi menjadi sektor yang paling memengaruhi tercapainya target bebas emisi karbon. Apalagi, Indonesia sudah memiliki country platform sehingga memiliki wadah yang jelas dengan memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT).

“Ini sudah ada beberapa pembahasan bagaimana membawa dana dari pemerintah, Asian Development Bank (ADB), Bank Dunia, dan mengundang sektor swasta untuk masuk yang disebut sebagai blended finance. Ada struktur, insentif, dan instrumen finansial maupun non finansial untuk mengurangi risiko dan biaya sehingga bisa mencapai transisi energi, termasuk percepatan memensiunkan batu bara,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related