Indef: PHK di Industri Startup Lumrah Terjadi

marketeers article
Ilustrasi PHK. (FOTO: 123rf)

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi pada perusahaan rintisan atau startup merupakan hal yang lumrah terjadi. Pasalnya, bisnis ini menuntut adanya perubahan yang cepat dan dinamis sehingga inovasi menjadi kunci para pekerja bisa bertahan.

Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif Indef mengatakan, ketika pekerja kalah saing dengan talenta-talenta baru, maka dengan mudah akan tergantikan. Dengan demikian, agar tidak menimbulkan gejolak di kalangan masyarakat, manajemen perusahaan harus menyesuaikan diri dengan Undang-undang Ketenagakerjaan apabila akan mengambil langkah efisiensi atau PHK karyawan.

“Kemudian soal PHK itu kan sangat sensitif karena mereka masuk bisa saja pekerja dengan kondisi prasyarat tertentu atau bukan pekerja tetap. Sebaiknya memang disesuaikan dengan Undang-undang Ketenagakerjaan. Di dunia startup PHK sangat lumrah terjadi karena kuncinya adalah pada inovasi yang dimiliki karyawannya,” ujar Tauhid kepada Marketeers, dikutip Selasa (14/6/2022).

Menurut dia, dari sisi beban gaji karyawan, industri startup terkenal berani membayar pekerja berpengalaman dengan jor-joran. Biasanya mereka membayar gaji karyawan di atas upah minimum regional (UMR) atau di atas gaji karyawan industri lainnya.

Bukan tanpa sebab, cara ini dilakukan untuk bisa mendapatkan pertumbuhan dalam waktu cepat. Apalagi, biasanya perekrutan karyawan dilakukan secara masif dan besar-besaran yang membuat beban keuangan membengkak.

Dalam kondisi ketidakpastian ekonomi seperti sekarang, beban gaji karyawan merupakan salah satu biaya operasional terbesar. Alhasil, ketika investor menahan aliran uangnya, maka para pendiri startup tak punya banyak pilihan untuk melakukan efisiensi dengan jalan PHK karyawan.

Di sisi lain, pendiri startup diminta untuk selektif dalam mencari investor. Mereka harus bisa mencari pemodal yang mau mendanai sejak dari awal membangun ekosistem hingga bisa berkembang dan makin besar. Upaya tersebut mempertimbangkan perilaku investor yang kerap memaksa performa bisnis positif meskipun ekosistem belum terbentuk.

“Memang kan bubble burst itu terjadi ketika ada investor besar tahu-tahu masuk padahal secara ekosistem bisnis sebenarnya belum terjadi, tapi dipaksa besar. Padahal market-nya belum terbentuk dengan bagus. Saya kira pemodal juga harus bertahaplah,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related