<a class="highslide" onclick="return vz.expand(this)" href="http://the-marketeers.com/wp-content/uploads/2011/02/TB-gramedia.jpg"><img loading="lazy" class="aligncenter size-medium wp-image-9213" title="Pengunjung Toko Gramedia" src="http://the-marketeers.com/wp-content/uploads/2011/02/TB-gramedia-300x225.jpg" alt="" width="300" height="225" /></a>ARUS DIGITALISASI  memang tak bisa dibendung. Ia telah mengubah banyak hal di berbagai lini kehidupan manusia. Salah satunya adalah industri buku. Pada pembukaan Kompas Gramedia Fair 2011 di Gelora Bung Karno, 23 Februari 2011, CEO Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo mengatakan persoalan industri buku sekarang ini tidak hanya pada masih kurangnya minat baca masyarakat dan rendahnya daya beli mereka untuk mengakses buku. Tapi, tantangan nyata yang dihadapi oleh berbagai penerbit buku di banyak negara adalah era digitalisasi. Produksi buku versi digital atau yang dikenal dengan e-book mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun. 
Digitalisasi ini berimbas pada pelaku industri buku cetak.  Agung memberi contoh bagaimana digitalisasi ini memaksa jaringan toko buku terbesar kedua di Amerika Serikat, Borders Group, gulung tikar. Menurut informasi di banyak media,  Borders Group menyatakan menutup 200 toko bukunya di seluruh dunia. Selidik demi selidik, penjualan Borders ini anjlok lantaran kalah bersaing dengan toko diskon Wal-Mart, Bames Noble, maupun toko buku online Amazon.com dan Apple. Padahal, Borders merupakan jaringan toko buku raksasa yang sudah berpengalaman yang berdiri pada tahun 1971. 
<div id="attachment_9214" style="width: 258px" class="wp-caption alignright"><a class="highslide" onclick="return vz.expand(this)" href="http://the-marketeers.com/wp-content/uploads/2011/02/Agung.jpg"><img aria-describedby="caption-attachment-9214" loading="lazy" class="size-medium wp-image-9214" title="Agung" src="http://the-marketeers.com/wp-content/uploads/2011/02/Agung-248x300.jpg" alt="" width="248" height="300" /></a>CEO Agung Adiprasetyo di KG Fair 2011. Foto: Sigit </div>
“Tantangan ini besar, di samping masalah struktural, minat baca, maupun distribusi buku, ketidakpastian di era digital ini juga membuat sebagian pihak jadi gamang. Prinsip KKG, kami percaya pada langkah memasuki era digital ini. Prinsipnya, masuk dulu, pelajari kendalanya, dan perbaiki. Kami harus mengalami dan beraksi nyata untuk mengalami kemajuan,” kata Agung. 
Tampaknya, inilah yang membuat Kompas Gramedia cukup gencar dalam membangun media digitalnya. Sebab itu, Kompas Gramedia getol membuat format digital bagi produk-produknya, dari koran sampai majalahnya. Format ini pun disesuaikan dengan perkembangan gadget-gadget yang ada, dari ponsel pintar, iPhone, iPad, dan sebagainya. Selain itu, pada hari itu juga, Kompas Gramedia secara resmi meluncurkan toko buku onlinenya.   Gerai buku online milik Gramedia ini memasang 60 ribu judul buku. 
Kompas Gramedia Fair ini berlangsung dari 23-27 Februari 2011 dengan mengusung tema besar “The Power of Book.” 
*Sumber ilustrasi I: http://images.bangkapos.com

Industri Buku Kompas Gramedia Hadapi Tantangan Digitalisasi

Related

Retailer Pastikan iPhone 5S Mengalami Penundaan dan Kekuarangan Pasokan

Industri Ban Nasional Makin Bertumbuh

Tebak Harga, Rumah123.com Serahkan Hadiah Rumah Senilai Rp 600 Juta

Entrepreunership, Mengikuti Jejak Langkah Tokoh Cerdik Pandai Dunia

Nissan Dahului Apple Luncurkan Jam Tangan Pintar Bagi Pengendara Mobil

Habis Terjual, Nexus 4 Tak Diproduksi Lagi di Amerika Serikat