Ingin Bangun Fintech-Startup? Jangan Lupakan Intinya

marketeers article

Dunia financial technology (fintech) terbilang cukup komplek. Ada beragam kategori dan sebenarnya melibatkan banyak institusi. Bukan hanya institusi regulator, baik  keuangan dan teknologi, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI), dan Kementerian Komunikasi dan informasi (Kemkominfo), tapi kementerian lainnya. Tergantung bidang yang dimasuki suatu fintech.

OJK sendiri membagi fintech startup dalam lima kategori. Pertama, fintech yang bergerak di pembayaran, transfer, dan remitansi.  Kedua, financing fintech yang dibagi menjadi dua, yakni equity base crowd funding dan loan base crowd funding. Ketiga, fintech kelompok financial management yang memberi kemudahan bagi orang dalam menginvestasikan atau mengelola keuangan. Keempat, fintech yang bergerak di bidang asuransi. Kelima, fintech yang bergerak di bidang marketplace lender and supporting.

Di Indonesia, pengaturannya, fintech yang bergerak di bidang pembayaran, transfer, dan remitansi berada di bawah BI. Sebabnya, BI menjadi pelaksana dari UU Bank Indonesia, UU Transfer Dana, dan UU Mata Uang Rupiah. Mayoritas sisanya, berada di bawah juridiksi OJK lantaran institusi ini mengatur industri perbankan, industri pasar modal, dan industri keuangan nonbank seperti asuransi,  lembaga pembiayan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

“Tidak semua hanya diatur oleh dua lembaga tersebut. Fintech yang bergerak di bidang koperasi diatur oleh Kementerian Koperasi dan UMKM. Lalu, fintech yang bergerak di bursa komoditi ikut aturan Bappebti dan Kemeterian Perdagangan,” kata Hendrikus Passagi, Senior Research Executive, Department of Strategic Policy Development OJK.

Ia menambahkan, inti dari fintech ada dua, yakni bisnis model dan inovasi teknologi. Sehingga, pengaturannya pun berdasarkan bisnis model dan teknologi. Sederhananya, setiap fintech hanya tunduk pada aturan yang menaungi bisnis model yang digelutinya. Contohnya, fintech pembayaran, harus mengikuti aturan yang dikeluarkan BI. Namun, setiap fintech harus tunduk pada UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan semua Peraturan Pemerintah di bidang ITE yang pelaksananya adalah Kemkominfo.

Apa saja yang terkait dengan pengaturan teknologi ini? Semua layanan dasar seperti biometrik, dokumen elektronik, tata kelola dan recovery system, dan lainnya. Dalam UU ITE, ada pasal-pasal yang mengatur mengenai penggunaan platform untuk publik. Di antaranya, harus terdaftar dan tersertifikasi oleh Kemkominfo, terutama terkait security system. Lalu, keberadaan server yang harus di Indonesia.

“Mengapa pengaturan teknologi ini penting? Karena backbone dari fintech itu ada di teknologi. Sedangkan OJK dan BI lebih mengatur pada bisnis model. Di sisi lain, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan 250 juta jiwa mutlak memerlukan teknologi untuk menciptakan inklusi keuangan,” tambahnya.

OJK sangat menekankan keamanan teknologi ini karena risiko pertama bisnis fintech adalah diserang peretas. Berikutnya, risiko gagal bayar bagi fintech yang bisnisnya menjadi perantara pembiayaan atau kredit. Selanjutnya, risiko penipuan ke konsumen. Dan, risiko terakhir adalah rentan penyalahgunaan data klien.

    Related