Insentif Pajak, Harapan Baru untuk Stabilitas Industri Otomotif Tahun 2025

marketeers article
Insentif Pajak, Harapan Baru untuk Stabilitas Industri Otomotif 2025. (123rf.com)

Industri otomotif Indonesia menghadapi tantangan serius pada tahun 2025, dengan proyeksi penurunan kinerja akibat kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta penerapan opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Kebijakan ini menjadi salah satu tantangan terbesar di tengah lemahnya daya beli masyarakat, dan kenaikan suku bunga kredit kendaraan.

BACA JUGA: Tips Mengatasi Kecemasan akibat Maraknya Berita Kenaikan Pajak

Setia Darta, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian (Kemeneprin) menyebutkan sektor otomotif bakal mengalami penurunan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 4,21 triliun pada 2024.

“Dampaknya meluas hingga sektor backward linkage sebesar Rp 4,11 triliun dan forward linkage Rp 3,519 triliun,” kata Setia, dikutip dari laman resmi Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Rabu (22/1/2025).

Untuk mengatasi dampak ini, Kemenperin mengusulkan serangkaian insentif guna mendorong keberlanjutan industri otomotif. Beberapa usulan tersebut termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) sebesar 3% untuk kendaraan hybrid dan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 10% untuk kendaraan listrik (EV).

Selain itu, terdapat usulan penundaan atau keringanan opsen PKB dan BBNKB. Setia menegaskan 25 provinsi telah menerbitkan regulasi relaksasi opsen PKB dan BBNKB untuk mendukung keberlanjutan industri ini.

Provinsi tersebut meliputi Jawa Timur, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Banten, dan Sulawesi Selatan.

“Langkah ini diharapkan memberikan kontribusi nyata bagi daya saing industri otomotif nasional, baik di pasar domestik maupun global,” ujar Setia.

Sementara itu, Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menilai insentif pajak dapat menjadi kunci dalam menjaga pertumbuhan sektor ini.

“Insentif semacam ini mampu meningkatkan penjualan kendaraan, yang berdampak pada sektor pendukung seperti industri komponen, perbankan, dan lembaga pembiayaan,” ujar Kukuh.

Kukuh juga mengusulkan agar kendaraan elektrifikasi, seperti HEV, PHEV, dan BEV, memperoleh insentif sesuai kontribusinya dalam menurunkan emisi karbon. Di sisi lain, Riyanto, pengamat otomotif dari LPEM Universitas Indonesia menilai insentif PPnBM dapat memperbaiki daya saing industri dan memperluas dampak ekonomi.

“Pemberian insentif PPnBM bisa meningkatkan kontribusi sektor otomotif terhadap PDB hingga Rp 194 triliun jika tarifnya menjadi 0%, dibandingkan skenario tanpa insentif sebesar Rp 168 triliun,” tutur Riyanto.

Ia menambahkan insentif pajak juga berpotensi menciptakan lapangan kerja baru. Dengan skema PPnBM 0%, industri otomotif diperkirakan mampu menambah 23.221 tenaga kerja. Riyanto juga mengusulkan agar PPnBM untuk mobil murah dikembalikan menjadi 0% dari saat ini 3%.

BACA JUGA: Pertamina Jadi BUMN Penyumbang Pajak Terbesar Tahun 2023

Kebijakan insentif pajak diharapkan menjadi solusi yang efektif untuk mengatasi tantangan industri otomotif di tengah situasi ekonomi yang sulit, sekaligus membuka peluang baru di pasar domestik dan internasional.

“Ini penting untuk mendorong daya beli masyarakat sekaligus menjaga keberlanjutan industri kendaraan bermotor,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS