Integrasi Ambassador, Macro dan Micro Influencer dari PUMA

marketeers article

Gaya hidup atau lifestyle merupakan hal yang mustahil untuk dihindari. Semua orang pasti mempunyai lifestyle-nya masing-masing. Pasar ini pun menarik. Tidak terkecuali bagi brand global PUMA. Sebagai merek apparel dan perlengkapan olahraga, PUMA membagi kategori produknya ke dalam tiga segmen yakni Team Sport, Run & Train, dan Sport Style.

Ketatnya persaingan di segmen ini, membuat PUMA harus memutar otak dan mengerahkan strategi pemasaran yang tak biasa. Semua dilakukan demi menjaga eksistensinya di Indonesia. Salah satunya dengan menggandeng sejumlah micro influencer untuk ikut memperkenalkan produk mereka.

Micro influencer sendiri merupakan orang-orang yang memiliki pengaruh -biasanya di media sosial namun dengan pengikut yang tidak sebanyak artis atau public figure. Meski terbilang tidak memiliki banyak pengikut, micro influencer banyak digandrungi para brand, termasuk PUMA.

Meski begitu, dalam strategi besar komunikasi PUMA, kombinasi antara brand ambassador, macro influencer, dan micro influencer menjadi pilihan mereka. “Untuk komunikasi, kami menggabungkan penggunaan brand ambassador dengan makro dan mikro influencer. Seperti untuk produk sepatu bola, di level ambassador, kami memiliki pemain timnas Osvaldo Haay,” ujar Muhammad Rezha Pahlevi, Senior Marketing Executive Puma Indonesia saat ditemui Marketeers di Jakarta beberapa waktu lalu.

Meski memiliki suaran yang besar (follower Instagram lebih dari 233 ribu), Osvaldo yang mengunggah foto produk PUMA di media sosialnya dengan colour yang bagus dan sangat bold namun conversation tidak terjadi di kalangan dia. Peran Osvaldo pun sebatas untuk menyuarakan bahwa PUMA kini ada di Timnas dan mendongkrak brand awareness produk PUMA.

Lalu PUMA membuka keran dan turun sedikit ke level yang lebih bawah, yakni macro dan micro influencer. Menurutnya, orang-orang ini ketika memakai produk PUMA atau mempostingnya ke media sosial akan menimbulkan pertanyaan orang di sekitarnya. Conversation seperti itu sedikit yang terjadi di level ambassador.

“Di level ini, kami memiliki nama-nama seperti coach Donzol yang berprofesi sebagai pelatih futsal dan sangat dekat dengan orang-orang di sekitarnya -dengan jumlah follower Instagram lebih dari 25 ribu. Lalu kami kombinasikan dengan Jerry Likumahwa yang menggunakan Puma One, dia pemain bola, artis juga pemain game console -dengan jumlah follower Instagram 49 ribu lebih,” lanjut Rezha.

Dalam penentuan orang-orang tersebut, Rezha berpegang pada tren komunikasi hari ini. Menurutnya, tren hari ini adalah, kita berada di pasar yang tidak bisa dikotak-kotakan lagi. Misalnya subculture sepak bola. Sepak bola telah hadir di video game dan pemain bola. Pemain bola pun dekat dengan musik.

“Di sini, kami berbicara menggunakan mix culture, yakni sepak, music, video game, street, dan lainnya. Sebab itu, kami selalu membuat relevansi yang selalu ketemu dengan banyak culture. Orang-orang yang mewakili banyak culture tersebut pun yang kami cari,” jelas Rezha.

Selanjutnya, PUMA juga akan selalu mencari orang baru. “Kami butuh contact baru. Kami tidak mau satu orang memakai produk PUMA yang berbeda. Kami akan menjangkau orang baru yang memiliki quality engagement sesuai harapan kami,” tutup Rezha.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related