Isu Kelangkaan Air Jadi Sorotan Global Compact Indonesia

marketeers article
Presiden Direktur Indonesia Global Compact Network (ICGN) Yaya Winarno Junardy mengatakan, organisasinya tengah fokus mengurusi problem pemberdayaan air. Sebab, baginya, air bukanlah masalah kebersihan dan sanitasi semata. Melainkan menyangkut hak asasi manusia. IGCN sendiri adalah bagian dari The United Global Compact, sebuah organisasi di bawah PBB yang mendorong sektor swasta memajukan ekonomi global yang bertanggung jawab terhadap sosial dan lingkungan.
 
“Menurut catatan World Economic Forum, isu kelangkaan air menjadi isu krusial yang paling cepat terjadi di dunia. Sayangnya, kesadaran masyarakat Indonesia tentang pemberdayaan air masih minim. Apalagi, masih banyak yang belum memperoleh akses air bersih,” katanya kepada Marketeers di Jakarta, Kamis, (30/7/2015).
 
Ia mengatakan, banyak masyarakat tidak tahu kemana dan dari mana air yang ia konsumsi sehari-hari itu berasal dan pergi. Dengan memberikan pemahaman mengenai siklus air, mereka akan sadar untuk tidak melakukan pemborosan air dan berusaha untuk menjaganya. Sebab itu, ICGN akan menggenjot gerakan masyarakat untuk mengembalikan air ke tanah. Salah satu caranya dengan mengajak masyarakat membuat biopori atau lubang yang memabantu resapan air ke tanah. Junardy mengaku, selama dua tahun terakhir, IGCN telah membuat 400.000 biopori dari target 1 juta biopori di Jakarta.
 
“Setiap bulan, Taksi Ekspress menyedot 24 juta liter air untuk mencuci taksinya. Bayangkan, itu baru satu armada taksi. Bagaimana dengan Bluebird, bus, dan armada transportasi lainnya?,” papar pria yang juga menduduki posisi Presiden Komisaris di Rajawali Group ini.
 
Selain masalah air, IGCN juga fokus pada masalah sosial masyarakat. Salah satunya adalah isu pernikahan. Sampai saat ini, IGCN telah berhasil menikahkan 5.115 pasangan secara resmi di mata hukum dan agama. Junardy bilang, dengan memiliki akte nikah, sebuah keluarga mampu memperoleh akses pendidikan gratis, pekerjaan, kesehatan, akes rumah susun, dan layanan publik lainnya. “Secara perlahan, ini juga membantu meretaskan tingkat kemiskinan akibat pengangguran dan pendidikan,” terangnya.
 
Hingga saat ini, IGCN memiliki 117 anggota, baik itu perusahaan multinasional, UKM, universitas, dan organisasi sosial. Junardy berharap, pihaknya mampu mencapai 200 anggota hingga akhir tahun. Adapun lima agenda yang dilakukan IGCN bersama anggota-anggotanya adalah memberikan pelatihan, praktik langsung, dialog, kolaborasi dengan berbagai pihak, serta menyusun laporan secara transparan.

    Related