Jumlah IPO Indonesia Terbesar Selama Empat Bulan Pertama 2020

marketeers article
IKemenparekraf dan BEI Dorong Pelaku Parekraf untuk IPO. (FOTO: 123rf)

Jumlah penawaran umum perdana atau Initial Public Offering (IPO) Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara dalam empat bulan pertama 2020. Data pasar modal Bloomberg League Table mencatat, terdapat 26 IPO yang diluncurkan di Indonesia selama masa tersebut.

Menilik ke negara tetangga, Indonesia tercatat memiliki enam IPO, dan Malaysia sebanyak delapan IPO. Meski jumlah IPO yang diluncurkan tinggi, namun pasar ekuitas modal (IPO dan penawaran tambahan lain) relatif kecil dalam hal nilai yang dinaikkan.

Ukuran rata-rata setiap penawaran tahun ini adalah US$ 10 juta atau turun 74% dari ukuran penawaran rata-rata di periode yang sama tahun lalu (US$ 36 juta). Secara total, sebesar US$ 272 juta datang dari pasar ekuitas modal dari Januari-April 2020. Sementara, di periode yang sama pada tahun lalu mencapai US$ 550 juta.

Dalam run rate, hal ini akan menghasilkan jumlah modal terendah yang terkumpul dalam 10 tahun terakhir sejak 2019. Dalam lima tahun terakhir, hanya ada enam penawaran ekuitas tambahan oleh perusahaan-perusahaan Indonesia, (tiga di tahun 2019 saja) yang dikumpulkan sekitar US$ 1,1miliar.

“Data kami menunjukkan, Indonesia telah mendapati jumlah IPO terbesar sejauh tahun ini. Namun, perusahaan-perusahaan Indonesia masih lebih suka mengumpulkan modal dari pasar modal hutang,” kata Vatsan Sudersan, APAC Head of Global Data Bloomberg dalam keterangan resmi kepada Marketeers, Senin (18/05/2020).

Dalam empat bulan pertama tahun ini, hutang sebesar US$ 18,9 miliar seperti obligasi dan sindikasi pinjaman terbeli di Indonesia yang merupakan 98,1% dari total modal yang dikumpulkan.

84% dari obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan Indonesia terdaftar di pasar luar Indonesia dengan Singapura sebagai pilihan utama untuk listing. Volume obligasi (US$ 15,3 miliar) meningkat lebih dari dua kali lipat sejak Januari-April 2020 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (US$ 7,2 miliar).

“Kami melihat lebih banyak perusahaan Indonesia beralih ke pasar obligasi untuk meningkatkan sebagian modal karena ketatnya likuiditas di antara bank lokal Indonesia, sehubungan dengan rekan-rekan regional mereka. Beberapa bulan ke depan kemungkinan akan terus menjadi tantangan bagi perusahaan Indonesia karena mereka bertarung dengan jatuhnya ekonomi akibat dari COVID-19,” imbuh Sudersan.

Ia menjelaskan, beberapa data poin yang dapat memberikan wawasan kepada para investor pada musim penghasilan mendatang adalah rasio kredit terhadap dana pihak ketiga atau rasio Loan-to-Deposit (LDR) dari bank-bank lokal dan ketentuan untuk kerugian pinjaman dan non-performing loans (kredit macet).

Berdasarkan data yang dikumpulkan Bloomberg, rasio LDR dari lima bank terbesar di Indonesia berdasarkan total aset telah meningkat setiap tahun selama tiga tahun terakhir. Dari sekitar 90% rata-rata pada awal 2017 menjadi sekitar 97% pada akhir 2019. Ini dibandingkan dengan 92% untuk lima bank yang sebanding di Malaysia, dan 88% untuk tiga bank terbesar di Singapura.

Di ruang M&A, aktivitas terus didukung oleh kesepakatan domestik. Meskipun jumlah kesepakatan pendanaan relatif stabil dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, namun telah terjadi penurunan 61% dalam nilai kesepakatan dari tahun-ke-tahun yang mencapai sekitar US$ 2,9 milliar kesepakatan pada empat bulan pertama 2020.

Aktivitas kesepakatan di sektor keuangan adalah yang paling terkena dampak, dan mengalami penurunan 93% pada volume dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kesepakatan terbesar yang melibatkan perusahaan Indonesia tahun ini adalah putaran pembiayaan US$ 1,2 miliar untuk Gojek guna mengejar ekspansi dalam menghadapi kompetisi.

Related