Kakao 4.0, Inovasi Indonesia Pacu Nilai Tambah Kopi dan Kakao

marketeers article

Upaya pengembangan teknologi hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah komoditas dalam negeri tengah diupayakan pemerintah Indonesia. Berada di bawah Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Balai Besar Industri Hasil Perkebunan (BBIHP) di Makassar membuat Showcase Kakao 4.0 yang menampilkan ragam inovasi teknologi pemacu nilai tambah kakao dan kopi.

Dengan konsep end-to-end process, dari pascapanen hingga benar-benar menghasilkan produk cokelat, teknologi pengolahan kakao tersebut dirancang sesuai kebutuhan petani.

Jika teknologi fermentasi konvensional secara umum memakan waktu lima sampai tujuh hari, inovasi yang dikembangkan BBIHP dapat memangkas waktu fermentasi biji kakao hanya menjadi satu hari. Dengan proses yang lebih efisien, IKM nasional diharapkan dapat semakin berdaya saing.

“Diharapkan para petani itu bisa kami dorong menjadi petani produsen. Upaya strategis tersebut akan menumbuhkan jumlah wirausaha baru di Tanah Air terutama sektor industri kecil dan menengah (IKM). Untuk mendorong petani meningkatkan nilai tambah komoditas, maka kami ciptakan teknologi fermentasi,” jelas Kepala BBIHP Tirta Wisnu Permana di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (11/02/2020).

Tahun ini, BBIHP juga akan mematenkan teknologi smart fermentor ini. Kemudian, masih dilanjutkan lagi proses hilirnya dengan meningkatkan nilai tambah dari lemak atau pasta kakao menjadi olahan cokelat.

“Kami juga sedang coba membuat dark chocolate yang punya nutrisi tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan,” imbuh Wisnu.

Tidak hanya menyasar kepada peningkatan nilai tambah kakao, BBIHP juga sedang merancang teknologi yang diberi nama Mini Point 4.0 untuk pengolahan kopi dengan kapasitas 15-20 Kg. “Kami sedang membuat anggaran aplikasinya, alat-alatnya, dan mesin roasting-nya,” tandas Wisnu.

BBIHP di Makassar merupakan salah satu unit litbang yang dimiliki oleh Kemenperin di wilayah Timur Indonesia, selain di Manado dan Ambon. Adapun dua tugas utama BBIHP, antara lain melakukan kegiatan pengembangan produk hasil perkebunan serta memfasilitasi industri dalam bentuk layanan pengujian dan sertifikasi.

“Kita tahu sejak lama, bahkan beratus tahun yang lalu, wilayah Sulawesi terutama Sulawesi Selatan ini adalah penghasil komoditas yang sangat dicari atau dibutuhkan oleh pasar dunia, antara lain kakao dan kopi. Dari tempat ini sebagian besar komoditas itu diekspor dalam bentuk mentah,” papar Plt. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Eko S.A. Cahyanto .

Oleh karena itu, BBIHP fokus terhadap upaya hilirisasi komoditas hasil perkebunan, seperti kakao dan kopi. Melalui peningkatan nilai tambah ini, diyakini dapat memacu perekonomian wilayah setempat hingga nasional.

“Kalau kita bergantung pada komoditas yang masih belum diolah itu kan nilai tambahnya sedikit. Per kilo biji kakao itu di sini sekitar Rp 20 ribu. Tetapi kalau kita proses lagi, dengan smart factory ini bisa 10 kali lipat nilai tambahnya, sekitar Rp 200 ribu atau Rp 250 ribu per kilogram,” ungkap Eko.

Selain itu, BBIHP Makassar sedang disiapkan menjadi Halal Center di wilayah Indonesia Timur. “Jadi, bukan hanya melakukan pengujian, tetapi juga akan bisa mensertifikasi jaminan produk halal, terutama porduk makanan,” ujar Eko.

Related