Kantar: 62% Brand Alami Pertumbuhan Consumer Reach Point

marketeers article
Indomie, SoKlin, dan Mie Sedaap berada di peringkat teratas tahun ini. (Sumber: Marketeers/Vedhit)

Pertumbuhan brand consumer goods di Indonesia kini lebih ditentukan oleh kemampuan menjangkau pembeli baru daripada frekuensi pembelian ulang. Hal ini terungkap dalam laporan Brand Footprint 2025 dari Kantar Worldpanel Indonesia, yang menyoroti bagaimana merek-merek terpilih mampu memperluas jangkauan di tengah persaingan yang semakin ketat.

Laporan ini mengukur Consumer Reach Point (CRP), yang mencerminkan seberapa sering dan seberapa banyak rumah tangga membeli sebuah merek. Data tahun ini menunjukkan bahwa 62% brand mengalami pertumbuhan CRP, dengan mayoritas berhasil mencapainya melalui peningkatan jumlah pembeli.

BACA JUGA: AI Ubah Cara Orang Mencari Informasi, Brand Perlu Perhatikan 6 Hal Ini

Menurut Corina Fajriyani, Senior Marketing Manager Kantar Worldpanel Indonesia, pendekatan yang paling efektif untuk mendorong pertumbuhan adalah menjangkau lebih banyak rumah tangga.

“Pertumbuhan brand di Indonesia saat ini lebih banyak didorong oleh kemampuan untuk menjangkau pembeli baru,” kata Corina di Jakarta, Rabu (8/5/2025).

Pendekatan ini terbukti berhasil, terutama untuk brand dengan tingkat penetrasi rendah hingga menengah. Sebanyak 89% dari brand yang tumbuh tahun ini mencapainya melalui strategi peningkatan penetrasi pasar.

Kantar menggunakan kerangka klasifikasi baru untuk mengukur posisi brand berdasarkan tingkat penetrasi. Empat kategori tersebut adalah Super Brands, Large Brands, Medium Brands, dan Small Brands.

Super Brands adalah merek yang menjangkau lebih dari 70% rumah tangga di Indonesia. Sementara Small Brands masih menjangkau kurang dari 10% rumah tangga.

Pengelompokan ini membantu pemilik brand memahami prioritas strategi. Untuk brand kecil dan menengah, fokus utama adalah ekspansi pembeli, bukan peningkatan intensitas belanja konsumen lama.

Sementara itu, brand dengan penetrasi tinggi disarankan fokus pada peningkatan frekuensi pembelian. Strategi ini lebih relevan ketika potensi perluasan pembeli baru mulai terbatas.

Strategi Penetrasi Menentukan Laju Pertumbuhan Brand

Brand Footprint juga mengungkap bahwa meningkatkan CRP bukan sekadar soal promosi. Tapi soal kemampuan brand dalam tetap relevan dan hadir di momen keputusan pembelian konsumen.

Konsumen makin selektif dan memiliki lebih banyak pilihan. Sebab itu, kehadiran brand dalam keseharian konsumen menjadi kunci utama untuk meningkatkan CRP.

Sepuluh besar brand paling sering dipilih masih didominasi nama-nama yang telah lama dikenal. Indomie, SoKlin, dan Mie Sedaap tetap berada di peringkat teratas tahun ini.

Masuk ke dalam daftar 10 besar memerlukan CRP minimal 750 juta kali pembelian dalam setahun. Ini menunjukkan betapa kuatnya loyalitas konsumen terhadap merek-merek tersebut.

Di sisi lain, kehadiran pendatang baru di daftar 100 besar juga menjadi sorotan penting. Kanzler, Gentle Gen, dan Sayang berhasil masuk sebagai brand lokal yang menunjukkan pertumbuhan luar biasa.

Kehadiran merek-merek tersebut mencerminkan dinamika pasar yang terus terbuka bagi pemain baru. Ini juga membuktikan bahwa kualitas lokal mampu bersaing dengan brand internasional.

Perubahan posisi di daftar teratas menunjukkan ketatnya kompetisi. Bahkan brand besar pun harus terus berinovasi agar tetap relevan di benak konsumen.

Data Kantar berasal dari pengamatan terhadap 11.000 rumah tangga di seluruh Indonesia. Sampel ini mencakup berbagai demografi dan wilayah untuk mewakili perilaku nasional.

Kantar juga mencatat bahwa pertumbuhan konsumsi FMCG tahun ini mengalami perlambatan. Meski demikian, pasar masih tetap tumbuh walau tidak secepat tahun sebelumnya.

Kondisi ini membuat kompetisi antar brand semakin kompetitif. Untuk bertahan dan bertumbuh, brand harus menyesuaikan strategi dengan dinamika pasar yang lebih selektif.

Kategori makanan dan minuman (Food and Beverage/FnB) masih mendominasi CRP tertinggi. Hal ini mencerminkan kebutuhan dasar konsumen yang tetap stabil.

Namun, brand di luar kategori FnB mulai menunjukkan peningkatan penetrasi. Ini menjadi peluang bagi brand non-makanan untuk mengembangkan jangkauan pasar.

Kehadiran Konsisten Jadi Kunci Daya Saing di Pasar

Strategi peningkatan penetrasi kini menjadi fondasi utama pertumbuhan brand. Brand yang mampu masuk ke lebih banyak rumah tangga memiliki peluang lebih besar untuk mempertahankan eksistensinya.

Namun, strategi ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang konsumen baru. Brand harus bisa mengidentifikasi segmen potensial dan menyusun pesan yang sesuai.

Langkah ini melibatkan distribusi yang lebih luas dan komunikasi yang lebih terarah. Terutama untuk brand yang baru menanjak dan belum menjangkau sebagian besar pasar.

Bagi Super Brands, tantangan utamanya adalah mempertahankan loyalitas. Karena pasar sudah jenuh, maka fokus diarahkan ke peningkatan frekuensi pembelian.

Frekuensi pembelian yang meningkat menunjukkan bahwa konsumen tidak hanya memilih, tapi juga mengulang pembelian. Ini menciptakan kestabilan jangka panjang bagi brand.

Kunci dari strategi ini tetap sama: kehadiran brand yang konsisten dan relevan. Baik melalui produk, pengalaman konsumen, atau inovasi kemasan.

Brand juga harus memanfaatkan data konsumen dengan cerdas. Data bukan hanya angka, tapi bahan baku utama untuk strategi pemasaran yang lebih presisi.

Dengan memahami pola belanja dan motivasi konsumen, brand bisa menyusun strategi yang lebih efektif. Ini termasuk menentukan kanal distribusi, waktu promosi, dan pesan kampanye.

Konsumen Indonesia saat ini menginginkan keterlibatan yang lebih personal. Brand yang mampu menciptakan hubungan emosional lebih berpeluang untuk terus dipilih.

Venu Madhav, Managing Director Kantar Worldpanel Indonesia menegaskan pentingnya memperluas jangkauan brand. “Untuk sebagian besar brand, meningkatkan penetrasi adalah strategi yang paling berdampak,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa setelah brand mencapai penetrasi 70%, langkah selanjutnya adalah fokus pada peningkatan frekuensi pembelian. Ini memungkinkan brand terus tumbuh walau sudah menjangkau mayoritas pasar.

Secara keseluruhan, Brand Footprint 2025 memberikan arah baru bagi pelaku industri FMCG. Penetrasi pasar kini menjadi parameter utama kesuksesan brand.

Strategi perluasan basis konsumen terbukti lebih efektif dalam menghadapi perlambatan konsumsi. Terutama di tengah kondisi ekonomi yang membuat konsumen lebih selektif.

Untuk brand kecil dan menengah, peluang masih terbuka luas. Dengan fokus pada perluasan jangkauan, brand bisa bersaing di pasar yang selama ini didominasi pemain besar.

BACA JUGA: Positioning Statement dan Pentingnya bagi Brand dalam Jangka Panjang

Kehadiran brand lokal di daftar brand teratas menunjukkan potensi dalam negeri yang besar. Ini bisa menjadi inspirasi untuk pengembangan brand lainnya ke depan.

Namun, upaya ini harus dibarengi dengan konsistensi dan pemahaman yang kuat terhadap konsumen. Hanya dengan cara ini, pertumbuhan yang berkelanjutan bisa dicapai.

Dari sini, Brand Footprint menjadi alat ukur penting untuk membaca arah kompetisi pasar FMCG. Di tengah perlambatan, strategi jangkauan pasar menjadi pembeda yang menentukan.

Bagi perusahaan, memahami CRP berarti memahami potensi dan tantangan dari sisi konsumen. Dengan begitu, perusahaan bisa menyusun strategi yang tidak hanya tepat, tapi juga efisien.

Pada akhirnya, brand bukan hanya soal produk. Tapi soal bagaimana brand itu hadir dan menjadi pilihan nyata di tengah kehidupan sehari-hari konsumen Indonesia.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related

award
SPSAwArDS