Kemenperin Klaim Manufaktur Serap Lebih Banyak Pekerja Dibandingkan PHK

marketeers article
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Sumber gambar: Kementerian Perindustrian.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengeklaim industri manufaktur lebih banyak meneyerap tenaga kerja dibandingkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini diketahui dari pelaku industri yang melaporkan mulai melakukan produksi.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), pada tahun 2024 jumlah tenaga kerja baru yang diserap industri manufaktur yang mulai berproduksi tahun 2024 mencapai 1,08 juta tenaga kerja baru. Angka ini lebih besar dari jumlah PHK yang dilaporkan Kemenaker pada tahun 2024 sebesar 48.345 orang.

BACA JUGA: Lampaui AS dan Cina, PMI Manufaktur RI Sentuh Level 53,6

Sebagai catatan, jumlah pekerja yang terkena PHK pada periode tersebut bukan hanya merupakan pekerja di sektor manufaktur, tetapi angka total untuk semua sektor ekonomi. Kendati demikian, Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perindustrian tak menampik jika sektor manufaktur memang ada penutupan pabrik dan berujung PHK.

“Kami menyampaikan empati kepada perusahaan industri dan pekerja yang mengalami hal tersebut. Kemenperin terus berupaya meningkatkan investasi baru di sektor manufaktur, mendorong munculnya industri baru untuk mulai berproduksi sehingga menyerap tenaga kerja baru lebih banyak dan menjadi alternatif lapangan kerja bagi pekerja yang terdampak PHK,” kata Agus melalui keterangan resmi, Rabu (5/3/2025).

BACA JUGA: Tingkatkan Investasi Manufaktur, RI dan Turki Bentuk Komite Bersama

Agus mengeklaim banyak perusahaan industri manufaktur bermunculan dan mulai berproduksi dengan menyerap tenaga kerja baru yang lebih banyak pula, bahkan lebih banyak dari jumlah tenaga kerja yang kena PHK di berbagai sektor ekonomi. Pertumbuhan sektor industri manufaktur juga membuka lapangan kerja yang makin luas.

Adapun jumlah tenaga kerja pada industri pengolahan nonmigas terus meningkat, dari 17,43 juta pada tahun 2020 menjadi 19,96 juta pada tahun 2024. Dalam data SIINas menunjukkan pada tahun 2024 rasio penambahan tenaga kerja baru di sektor manufaktur terhadap jumlah tenaga kerja yang terkena PHK mencapai 1:20.

Artinya, ketika satu tenaga kerja kena PHK sektor manufaktur mampu menciptakan dan menyerap 20 tenaga kerja baru. Rasio ini terus naik sejak tahun 2022 sebesar 1:5, menjadi 1:7 pada, dan 1:20 pada tahun 2024.

“Kenaikan ini menunjukkan kinerja serapan tenaga kerja manufaktur Indonesia semakin baik,” ujarnya.

Terkait penutupan perusahaan industri yang disertai dengan PHK yang banyak mewarnai pemberitaan akhir-akhir ini, Agus menjelaskan penutupan tersebut disebabkan oleh berbagai alasan. Di antaranya penurunan demand pasar ekspor karena mismanagement pabrik, perubahan strategi bisnis principal yang ingin mendekatkan basis produksi dengan pasar di luar negeri, pelaku industri terlambat mengantisipasi perkembangan teknologi sehingga produknya kalah bersaing, dan alasan lainnya.

Dari berbagai alasan tersebut, sebagian besar penutupan pabrik disebabkan turunnya permintaan domestik karena pasar dalam negeri dibanjiri produk impor. Selain itu, faktor penyebab PHK juga didorong oleh pelemahan belanja dalam negeri, dan kelangkaan bahan baku.

“Dari beberapa alasan tersebut, kita tidak bisa kendalikan, terutama alasan terkait lemahnya permintaan pasar ekspor. Sedangkan yang terjadi di lapangan, penutupan pabrik lebih banyak terjadi karena strategi bisnis. Namun, kami fokus memonitor penutupan industri yang terutama disebabkan karena kelangkaan dan hambatan bahan baku produksi serta upgrade teknologi produksi, untuk bisa mencari penyelesaiannya,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS