Kemenperin: Pemerintah Siap Realisasikan Mobil Listrik

marketeers article
Electric car and driver near auto. New transport eco technologies. Vector illustration

Pemerintah mulai menunjukkan keseriusannya untuk mendorong semua pihak dalam menggunakan mobil listrik. Tahun 2019, pemerintah bahkan mengeluarkan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) Berbasis Baterai untuk transportasi jalan. Lantas, apakah mobil listrik yang digadang gadang pemerintah tersebut akan terealisasikan, ataukah hanya sekadar wacana saja?

Menurut Taufiek Bawazier, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementrian Perindustrian RI, masih terdapat kesenjangan antara harga yang masyarakat ingin keluarkan untuk mobil listrik. Hal tersebut dikarenakan untuk shifting dari Industrial Combustion Engineering (ICE) menuju ke hybrid, terdapat kenaikan cost. Sehingga, untuk membuat harga menjadi seimbang, kuncinya ada di baterai yang akan digunakan.

Shifting dari ICE ke hybrid terdapat kenaikan cost 20%. Naik ke baterai murni ada tambahan cost lagi sebesar 60%. Maka dari itu, kuncinya ada di baterai. Selama baterai bisa menghasilkan 100 dolar per kwh, disitulah titik keseimbangannya,” kata Taufiek dalam acara Marketeers Goes To Automotive Episode 2, yang bertajuk Mobil Listrik di Indonesia: Wacana Vs. Realisasi.

Taufiek memaparkan beberapa tantangan dalam merealisasikan mobil listrik di Indonesia. Pertama, sebenarnya pemerintah sudah menyiapkan seluruh regulasi terkait mobil listrik, namun  tantangannya adalah bagaimana memasarkannya dan bagaimana agar teknologi baterai bisa menjadi murah, sehingga masyarakat tertarik untuk memakai mobil listrik.

Kedua, Taufiek mengatakan bahwa secara nasional, 87% pembangkit listrik masih menggunakan energi berbasis fosil. Sedangkan, kondisi ideal untuk membangkitkan carbon emission adalah listrik, charger, dan sebagainya harus menggunakan renewable energy.

Ia menambahkan, ICE masih mendominasi dunia  dan di prediksikan akan semakin besar sampai tahun 2040. Sedangkan untuk persentase baterai murni di Indonesia, tahun 2015 masih sebesar 0,3%. Akan tetapi, angka ini terus menunjukkan pertumbuhan dari tahun ke tahun.

“Pertumbuhan baterai murni di Indonesia sebenarnya cukup luar biasa kalau dilihat dari value persentase. Tahun 2040 akibat zero carbon, mungkin diprediksi naik sebesar 68%. Ini tantangan buat kita agar PLT Indonesia juga menggunakan renewable dan hidrogen,” sahut Taufiek.

Menurut Taufiek, Indonesia punya cita-cita menjadi baterai listrik dunia. Itu bisa terjadi, karena Indonesia punya source dan development nya. Pemerintah juga telah mebuat  regulasinya. “ Regulasi TKDN sudah ada, mulai dari baterainya, baterai management system, baterai material semua sudah kita lakukan pemetaan hingga tahun 2030,” katanya.

Ia berharap bahwa tahun 2025, target kuantitatif mobil listrik secara unit mencapai 20% dari total production, yaitu sekitar 400.000. Dengan target ini, Indonesia bisa mengurangi impor 5 juta barel minyak dan karbondioksida sebanyak 1,4 juta ton.

Faktanya, Indonesia saat ini memiliki 3 perusahaan mobil listrik yang memiliki kapasitas sekitar 1.680 unit per tahunnya. Kemudian untuk sepeda motor listrik terdapat 22 perusahaan yang kapasitasnya sudah bisa menghasilkan 1.000.000 unit sesuai dengan kebutuhan pasar.

“Dilihat secara registrasi kemarin, mobil listrik itu sekitar 950 unit yang terealisasi. Roda dua cukup tinggi, yaitu 5.538 unit. Sedangkan roda tiga seitar 29 unit. Kalau kita lihat porsinya, emmang sedikit. Namun memang ini realitasnya,” jelas Taufiek.

Pada sisi investasi, Indonesia sudah punya industri yang  bisa mensuplai bahan baku baterai. Tambang di Indonesia   ada banyak dan punya keunggulan untuk menghasilkan baterai yang berkualitas.

“Mengacu pada semua fakta tersebtu, bisa dilihat kalau kita sebenarnya sudah siap untuk merealisasikan mobil listrik. Tantangannya disini bukan produksinya, namun ekosistemnya. Pemerintah sudah siap dan sangat komprehensif dengan hasilnya. Fasilitas sudah diberikan. Jadi, tinggal dari masyarakatnya saja, mau atau tidak untuk mulai menggunakan mobil listrik,” tutup Taufiek.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related