Kemenperin Siapkan Terobosan untuk Permudah Peroleh Sertifikasi TKDN

marketeers article
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. (FOTO: Dok Kemenperin)

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyiapkan sejumlah terobosan untuk mempermudah aturan verifikasi sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Dengan kebijakan itu diharapkan akan membantu pengusaha dalam memaksimalkan kinerjanya demi membantu perekonomian.

“Kami telah melakukan beberapa terobosan dalam upaya mempercepat, mempermudah, dan memperbanyak, sertifikasi TKDN,” kata Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perindustrian dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (29/11/2022). 

BACA JUGA: Kinerja Moncer, Industri Mamin Diminta Genjot Ekspor

Sejumlah terobosan itu di antaranya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 43 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penunjukan Lembaga Verifikasi Independen dan Pengenaan Sanksi Administratif dalam rangka Penghitungan dan Verifikasi Besaran Nilai TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP).

“Regulasi yang lebih akrab disebut Permenperin LVI ini tujuannya untuk memperbanyak jumlah lembaga verifikasi dengan membuka kesempatan seluas-luasnya bagi unit kerja verifikasi di lingkungan kementerian dan lembaga serta badan usaha lainnya untuk terlibat dalam proses sertifikasi TKDN. Diharapkan dengan banyaknya LVI, maka sertifikasi akan makin murah biayanya dan cepat prosesnya,” ujarnya. 

BACA JUGA: Kian Prospektif, Kinerja Industri Pulp dan Kertas Nasional Makin Moncer

Selain itu, Kemenperin juga menerbitkan Permenperin Nomor 46 Tahun 2022 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai TKDN untuk Industri Kecil.

“Permenperin ini lahir selain sebagai upaya percepatan sertifikasi TKDN, juga sebagai bentuk dukungan terhadap amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan melaksanakan arahan Presiden melalui Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022,” ucapnya.

UU Cipta Kerja menegaskan pemerintah pusat dan daerah diminta untuk mengalokasikan minimal 40% belanja untuk Usaha Mikro Kecil (UMK) dan koperasi dari hasil produksi dalam negeri. 

“Dengan bertambahnya jumlah industri kecil yang tersertifikasi TKDN, harapannya UMK dan koperasi tidak lagi menjual produk impor, melainkan hanya menjual produk industri kecil dengan sertifikasi TKDN,” tuturnya.

Dengan adanya sertifikasi TKDN untuk industri kecil, diharapkan pula industri kecil dapat mengikuti tender dan mendapatkan preferensi harga.

“Proses penghitungan nilai TKDN untuk industri kecil ini gratis, sama sekali tidak ada biaya sertifikasi yang dibebankan kepada industri kecil, bahkan proses sertifikasinya pun dibuat sederhana dan cepat, sehingga hanya membutuhkan waktu lima hari kerja saja. Semua proses dilakukan melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) secara daring,” katanya.

Ia menyatakan produk dalam negeri yang bernilai minimal 40%, baik diperoleh dari nilai TKDN saja atau didapat dari penjumlahan nilai TKDN dan nilai BMP, maka impor dilarang.

“Tentunya produk dalam negeri yang memiliki nilai 40 persen akan menjadi pahlawan negeri ini. Harapannya, porsi keterlibatan industri kecil dalam pengadaan pemerintah dan badan usaha akan semakin besar,” ujarnya.

Related