Kemenperin Siapkan Tujuh Solusi Tantangan Industri di Tanah Air

marketeers article
Engineer touching laptop check and control welding robotics automatic arms machine in intelligent factory automotive industrial with monitoring system software. Digital manufacturing operation.Industry 4.0

Ada tujuh tantangan yang tengah menjadi momok bagi industri di tanah air. Mulai dari, harga bahan baku yang tinggi hingga akses pasar dan tekanan impor. Guna menjawab berbagai persoalan ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menyiapkan tujuh solusi yang diyakini dapat mendorong industri kian bertumbuh dan kompetitif. Apa saja?

Tantangan pertama yang dihadapi industri Tanah Air adalah harga bahan baku yang tinggi. Bicara mengenai bahan baku industri, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, gas merupakan salah satu kebutuhan industri dengan harga yang masih relatif tinggi dibandingkan negara lain.

“Kemenperin telah mengidentifikasi sejumlah bahan baku yang masih cukup banyak dibutuhkan sektor industri di dalam negeri, antara lain kondensat, gas, naptha, biji besi, bahan penolong seperti katalis, scrap (besi bekas), kertas bekas, dan nitrogen. Menjawab tantangan terhadap kurangnya bahan baku ini, pemerintah mendorong tumbuhnya industri hulu seperti sektor kimia dasar dan logam dasar,” tutur Agus di Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Persoalan kedua adalah perlunya penambahan infrastruktur, seperti pelabuhan dan akses jalan yang terintegrasi. Kemudian, perluasan kawasan industri di luar Pulau Jawa sehingga terwujud Indonesia sentris.

“Kami akan terus mendorong kawasan-kawasan industri di luar Jawa, terutama kawasan-kawasan industri yang terzonasi dan spesialisasi, kawasan yang berkaitan dengan dekatnya ketersediaan bahan baku agar industri bejalan lebih efisien dan terlaksananya hilirisasi,” papar Agus.

Ketiga, tantangan yang berkaitan dengan kurangnya utility, seperti listrik, air, gas, dan pengolahan limbah (waste treatment) di kawasan-kawasan yang diproyeksi menjadi kawasan industri baru.

Khusus untuk pengolahan limbah, Kemenperin berupaya melakukan pengembangan kawasan industri terintegrasi yang dilengkapi dengan instalasi pengolah limbah.

Tantangan keempat adalah menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) industri yang kompeten. Salah satunya untuk menjawab kebutuhan terhadap kemajuan teknologi yang berkaitan dengan industri 4.0 untuk meningkatkan produktivitas secara lebih efisien dan cepat.

“Upaya yang sedang kami lakukan untuk menjawab tantangan kesiapan SDM industri, antara lain melalui pengembangan pendidikan vokasi yang link and match dengan industri. Hal ini guna memenuhi ketersediaan SDM bidang industri yang terampil,” tutur Agus.

Tantangan kelima berkaitan dengan mindset atau paradigma tentang limbah yang akan terus disosialisasikan oleh Kemenperin. Persepsi di masyarakat selama ini menilai limbah harus dimusnahkan. Padahal, limbah dapat diolah agar dapat meningkatkan nilai tambah dan dapat dipakai sebagai bahan baku industri. Agus menilai, diperlukan satu gerakan atau sosialisasi yang menginisiasi mengenai fungsi limbah sebagai bahan baku industri.

Selain itu, Industri Kecil dan Menengah (IKM) menjadi tantangan keenam. Sebab, IKM di Tanah Air masih membutuhkan revitalisasi teknologi agar produktivitasnya lebih meningkat dan efisien.

Guna menumbuhkan IKM di Tanah Air, Kemenperin telah menyiapkan Dana Alokasi Khusus (DAK) pengembangan industri kecil dan menengah (IKM). Anggaran ini dalam upaya penumbuhan wirausaha industri baru, merevitalisasi sentra IKM serta pembangunan infrastruktur penunjang IKM seiring dengan implementasi industri 4.0.

Terakhir, yang menjadi tantangan industri adalah akses pasar dan tekanan impor. Guna menghadapi kendala itu, Kemenperin terus mendorong perluasan pasar ekspor yang diimbagi dengan kebijakan safeguard terhadap barang-barang dari luar negeri yang bisa menggangu industri dalam negeri.

“Kami telah menyiapkan berbagai instrumen untuk mendorong perluasan akses pasar dan perlindungan industri dalam negeri ini. Ekuilibriumnya harus sedang kita cari secara baik. Solusinya tidak bisa hanya datang dari Kemenperin, karena harus ada orkestrasi dan sinergi. Dengan sinergi yang baik, kami optimis akan terjawab dalam omnibus law yang sedang disusun,” pungkas Agus.

Editor: Sigit Kurniawan

Related