Kenali Perbedaan New Normal, Post Normal, dan Next Normal

marketeers article
Motion blurred pedestrians crossing sunlit street

Sebelum pandemi COVID-19 masyarakat belum terbiasa bekerja online dari rumah. Dengan pandemi ini semua dipaksa work from home (WFH), seluruh pertemuan diharuskan secara virtual melalui platform online meeting , bahkan beberapa produk pun harus bertransformasi menjadi produk online.

“Sekaranglah era new normal. Bukan setelah COVID-19. Bekerja dari rumah, produk harus online, komunikasi juga jadi serba online sehingga terbiasa dan menjadi rutinitas baru. Itulah new normal,” ujar Founder & Chairman MarkPlus, Inc. Hermawan Kartajaya dalam talkshow online Live Stream Fest Volume 3 pada Minggu (17/5) 2020.

Hermawan mencoba mengkoreksi istilah lain yaitu next normal dan post normal. Menurutnya, setelah masa WFH selesai dan aktivitas ekonomi mulai hidup kembali, PSBB mulai dilonggarkan, dan pegawai mulai masuk kantor, itulah next normal. Walau aktivitas di luar rumah berjalan, masyarakat pasti akan tetap was-was dan menggunakan protokol kesehatan yang ketat ketika berkegiatan.

Baru setelah next normal, ada yang dinamakan post normal. Masa di mana masyarakat dipaksa “berdamai” dan hidup berdampingan dengan COVID-19.

“Jangan tunggu vaksin selesai. Mungkin baru ada satu setengah tahun lagi. Tidak mungkin aktivitas ekonomi berhenti sampai saat itu. Harus berjalan dan mulai membiasakan diri hidup dengan corona,” ungkap Hermawan yang juga pakar marketing tersebut.

Ia mencontohkan bahwa era post normal adalah ketika banyak standar dan protokol baru diterapkan di berbagai aktivitas. Seperti masuk ke hotel, perkantoran atau restoran akan dicek dulu suhu tubuh, persis seperti yang dilakukan di masa sekarang. Mungkin nanti akan ada protokol tambahan lagi dengan tujuan mengurangi risiko penyebaran COVID-19 di masa depan.

Hermawan menganalogikan post normal sama seperti era terorisme di mana sampai kini tidak pernah terberantas habis. Sampai kini pun terorisme masih ada. Makanya tidak heran ada standar baru pengecekan barang ketika masuk perkantoran, hotel, apalagi bandara.

“Sama seperti post normal COVID-19, akan ada banyak standar baru. Setidaknya dimulai di awal 2021,” tambahnya.

Ini tentu menjadi patokan bagi para pelaku bisnis ketika era new normal selesai. Hermawan menyarankan agar pebisnis bersiap menyambut kembali konsumen yang sebagian mungkin menghilang karena COVID-19 dengan strategi baru.

Karena walau sudah terbiasa serba online, bukan berarti kemudian masyarakat akan mengadopsi terus-terusan konsep online. Mereka juga akan menuntut produk atau jasa secara offline karena experience-nya berbeda. Namun online juga tidak akan hilang.

“Setelah new normal, masyarakat akan menggabungkan online dan offline, atau disebut OMNI. Mereka akan menuntut produk lebih berkualitas. Ini bisa jadi momentum untuk menaikan harga bagi pebisnis. Tapi jangan terlalu besar. Katakanlah harga naik 10%, namun kualitas 30%. Selisih kedua faktor itulah yang akan menjadi value, atau nilai lebih produk di mata konsumen. Sehingga bisnis bisa berkembang di era post normal,” tutup Hermawan.

Related