Kesetaraan Gender Bisa Tercapai Lewat Kebijakan dan Perubahan Norma

marketeers article
Concept Equality between man and woman

Peran perempuan di berbagai sektor, baik bisnis dan pemerintahan semakin penting. Bahkan, kepemimpinan perempuan sudah terbukti punya kualitas yang tidak kalah dari lawan jenisnya. Keberadaan kepemimpinan perumpuan ini akan semakin  mendorong kesetaraan gender di tempat kerja.

Astiti Sukatrilaksana, Head of Human Resource Unit UNDP Indonesia mengatakan, perusahaan perlu merekrut para pemimpin yang memiliki keberpihakan kepada kelompok marginal atau rentan seperti perempuan.

“Pemimpin seperti itu dapat membangun lingkungan kerja yang saling menghormati antara rekan kerja yang memiliki gender yang berbeda, posisi atau level, usia yang berbeda guna mengatasi ketidaksetaraan gender,” kata Astiti dalam panel bertema, Mendukung Kepemimpinan Perempuan: Kebijakan dan Perubahan Norma, yang digelar oleh Magdalene.co, majalah daring yang berfokus pada isu perempuan.

UNDP Indonesia sendiri pada tahun 2020 menerima Gold Gender Equality Seal Certification. Sebuah penghargaan dan pengakuan dari dunia usaha serta organisasi multilateral yang menyatakan bahwa program dan mesin penjalan UNDP di Indonesia telah mempromosikan kesetaraan gender.

Terkait dengan perubahan norma, Executive Director Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) Maya Juwita mengatakan, saat ini sudah ada kebijakan pengarusutamaan gender. Namun, masih ada aturan-aturan yang berlawanan dan berpotensi menghambat pencapaian kesetaraan gender.

“Sebenarnya sudah bagus bagaimana Presiden Joko Widodo sendiri beberapa tahun lalu ditunjuk oleh PBB sebagai duta He for She untuk kesetaraan gender. Namun, jangan sampai ada kebijakan-kebijakan yang berkonflik, misalnya RUU Ketahanan Keluarga, yang menginginkan agar perempuan kembali ke ranah domestik,” ujarnya.

Bagaimana peran media dalam pengarusutamaan gender? Usman Kansong, Direktur Pemberitaan Media Group mengakui, bahwa literasi gender para pemimpin perusahaan media tergolong masih rendah, bahkan di kalangan pemimpin perempuan. Hal ini berpengaruh kepada perspektif dan hasil pemberitaan di media, yang masih mencerminkan budaya yang patriarkal.

Selain itu, menurut Usman, lembaga-lembaga pengawas media seperti Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) belum berfungsi secara optimal dalam konteks perspektif gender.  “Alih-alih mengadvokasi isu-isu gender, dua lembaga ini lebih banyak melarang. Sebagai contoh, KPI jadi mengatur dengan mengaitkan dengan hal-hal berbau agama, misalnya, olahraga loncat indah, tubuh atletnya di-blur. Perempuan yang pasti pakai baju renang, kenapa  disensor?” ujarnya.

Pemimpin Redaksi Magdalene.co Devi Asmarani mengatakan, selain pengarusutamaan  perspektif gender di media, konsumen media perlu diberdayakan agar lebih kritis dan mengetahui kekuatan mereka untuk mendorong media lebih baik.

“Konsumen media harus mengetahui bahwa mereka layak mendapatkan yang lebih baik dan mengonsumsi media yang tidak mengekslusifkan kelompok lain, atau gender tertentu. Konsumen harus lebih banyak menuntut media untuk berubah,” ujarnya.

    Related