Ketika Minimarket Tak Lagi Berjualan Bir

marketeers article
Tak bisa dipungkiri, perubahan kondisi politik dan regulasi menjadi ancaman serius bagi banyak perusahaan. Satu kebijakan baru saja, dampaknya bisa menggerus miliaran pendapatan suatu perusahaan. Seperti yang akan dirasakan oleh produsen dan distributor minuman beralkohol di Indonesia yang mesti meneguk pil pahit akibat bakal dikeluarkannya Peraturan Kementerian Perdagangan tentang tata niaga minuman beralkohol (minol) golongan A di minimarket. 
 
Berlaku secara efektif per 16 April 2015, Permendag No 6/M-DAG/PER/1/2015 ini secara tegas melarang penjualan minuman beralkohol golongan A di minimarket. Aturan baru ini merupakan revisi Permendag No 20/M-DAG/PER/4/2014 tentang hal yang sama. Salah satu hal yang diatur adalah terkait larangan minimarket dan pengecer menjual minuman beralkohol dengan kadar alkohol di bawah 5% atau jenis bir. Namun, untuk menikmati bir, konsumen masih dapat membelinya di hipermarket dan supermarket.
 
Merespons kebijakan tersebut, para pelaku usaha ritel yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) jelas keberatan dengan aturan itu. Aprindo mendesak pemerintah mengkaji ulang aturan itu sesegera mungkin. Pasalnya, aturan tersebut tidak bisa dipukul rata untuk seluruh kawasan di Indonesia. Untuk peritel di kawasan Bali misalnya, sangat mengandalkan penjualan bir karena konsumennya banyak dari kalangan turis.
 
Wakil Sekjen Aprindo Satria Hamid mengatakan, kajian tersebut perlu dilakukan guna membuktikan ada atau tidaknya dampak negatif yang ditimbulkan secara langsung dari penjualan minol golongan A di minimarket. “Kami minta tata niaga distribusinya dikaji kembali paling lambat enam bulan terhitung sejak permendag itu diberlakukan secara efektif,” katanya beberapa waktu lalu.
 
Satria bilang, kajian tersebut bisa dilakukan oleh lembaga independen untuk membuktikan benar atau tidaknya motif yang digunkan pemerintah untuk mengesahkan aturan tersebut. Sampai saat ini, Kemendag mengatakan aturan itu dibuat untuk melindungi masyarakat yang resah akibat penjualan minuman beralkohol sudah di luar batas dan mengganggu. Aturan itu juga dibuat Kemendag untuk meningkatkan pasar ekspor minol.
 
Namun, Satria menjelaskan, apabila dalam kajian itu tidak ditemukan dampak negatif dari penjualan bir di minimarket, maka pemerintah perlu merevisi regulasi tersebut termasuk memuat dispensasi bagi kawasan tertentu, seperti kawasan wisata. “Kalau tidak terbukti, harus revisi. Pemerintah hanya perlu memaksimalkan pengawasan untuk menepis kekhawatiran masyarakat,” imbuhnya.
 
Sementara itu, dalam pertemuan terpisah, pemerhati masalah korporasi di Indonesia Taufik ismail mengatakan, regulasi tersebut mampu membuka keran aksi kegiatan pasar gelap minol.  Menurutnya, konsumsi bir berbanding lurus dengan disposable income atau pendapatan yang siap dibelanjakan. Jika melihat peningkatan jumlah kelas menengah di Indonesia, ia berasumsi konsumsi minol juga akan meningkat. “Namun jika permintaan terus tumbuh sedangkan pasokan barang di pasar menyusut, justru akan memicu kegiatan pasar gelap minol,” tuturnya.
 
Menurut Taufik, banyaknya orang mengkonsumsi minol oplosan saat ini dikarenakan tingginya permintaan yang tidak diimbangi dengan harga yang terjangkau serta tempat penjualan yang resmi. Ia meyakini, banyak kalangan yang justru mengoplos minol golongan B dan C (alkohol di atas 5%), seperti anggur (wine), vodka, brandy, wiski, dan tuak (minuman alkohol tradisional). “Sedangkan untuk dampak penjualan minol golongan A yang kadarnya di bawah 5% belum ada catatan negatif,” cetusnya.
 
Taufik juga memaparkan kontribusi minol terhadap pendapatan cukai negara tak bisa dipandang sebelah mata. Tahun 2013 Dirjen Bea Cukai mencatat penerimaan cukai minol terbesar berasal dari kontribusi minol golongan A yakni 65-70%. Sementara penerimaan cukai dari berbagai minuman beralkohol tahun 2014 tembus Rp 5,9 triliun, naik signifikan dari 2013 yang hanya Rp 3,6 triliun.
 
“Pemerintah perlu mengkaji ulang regulasi tersebut. Tak ada salahnya jika Indonesia belajar dari Malaysia terkait kebijakan ini. Malaysia meskipun negara Islam, namun tidak melarang penjualan minol. Mereka menerapkan aturan secara jelas dan melakukan pengawasan secara ketat terhadap peredaran minol di negaranya,” pungkasnya.

Related