Ketika Wardah Tinggalkan Label Halal

marketeers article

Demam produk kecantikan dan jumlah populasi muslim terbesar di dunia mendorong produsen kosmetika untuk memberikan produk yang halal dan efektif. Para pemain pun berlomba merebut hati konsumen muslim tersebut. Sebagai negara muslim terbesar di dunia, tak heran jika Indonesia menjadi sasaran empuk para pemain kosmetik halal, seperti Safi asal Malaysia. Yang menarik, ketika Safi datang dengan menggaungkan label halal dan teknologi canggih ke Indonesia, Wardah sebagai jagoan produsen kosmetik halal di Indonesia justru melangkah ke Malaysia tanpa meng-highlight label halal mereka. Lantas, apa penyebabnya?

Marketing Director PT Paragon Technology and Innovation Putri Diah Paramita mengatakan Wardah dan produk halal merupakan hal yang telah melekat.

“Kami sudah bicara menganai produk halal sejak 1995. Pada saat itu berbicara mengenai produk halal merupakan hal yang unik karena belum banyak kompetitor dengan positioning serupa. Saat ini, hal tersebut menjadi generik, dan untuk bisa growing the market, tentu sebagai pemasar harus mencari cara lain. Tidak bisa kita terus menerus menyampaikan pesan halal semata,” jelas Putri kepada Marketeers.

Sejak tiga tahun terakhir, Wardah mencoba mengganti kampanye mereka dengan mengusung pesan kebaikan. Wardah mencoba mencerminkan nilai-nilai kebaikan Islam ke dalam brand mereka melalui tema yang berbeda di setiap tahun. Dimulai sejak 2016, Wardah mulai berbicara mengenai pesan kebaikan yang mengajak sekitar untuk mulai melakukan kebaikan. Sementara di 2017, Wardah mengusung tema besar terkait togetherness. Di tahun ini, Senyum Kebaikan menjadi tema besar dari setiap kampanye yang dilakukan Wardah. Wardah juga mengemas kampanye ini dalam versi Bahasa inggris untuk dipasarkan di Malaysia.

“Kami ingin menjadi brand yang sarat akan value, sarat akan nilai-nilai kebaikan dari brand itu sendiri. Kami ingin membangun Wardah sebagai brand dengan value yang tinggi dengan cara mencerminkan nilai-nilai islam yang sesungguhnya, bukan lagi sekadar halal,” papar Putri.

Di sisi lain, Safi dengan asyik membangun kekuatan mereka di Indonesia dengan label halal, teknologi canggih, dan bahan dasar alami sebagai peluru utama mereka.

Di tengah proses adaptasi yang dilakukan Safi, mereka terus berupaya untuk menyerap pasar secara lebih besar. Pasalnya, mereka meyakini Indonesia dengan angka populasi yang lebih besar dibandingkan Malaysia memiliki potensi konsumen yang lebih besar pula. Terlebih, demam kecantikan ala Korea dan Jepang saat ini turut membantu meningkatkan kesadaran masyarakat akan kebutuhan konsumsi produk kecantikan. Pasar Indonesia juga dikatakan Dwarakanath tak ragu untuk mencoba berbagai produk dari brand baru.

“Yang jelas, kami percaya Indonesia dengan populasi besar dapat menjadi pasar terbesar kami di masa depan,” paparnya. Kira-kira, langkah mana yang paling tepat di antara kedua brand tersebut?

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related