Kolaborasi ICSB Indonesia dan Universitas Al-Azhar Mengembangkan Muslimpreneurship

marketeers article

Sebagai negara yang memiliki sumber daya ekonomi yang luar biasa, Indonesia memiliki kesempatan yang besar untuk memiliki ketahanan ekonomi yang kuat. Namun pada kenyataannya, Indonesia justru memiliki ketahanan ekonomi yang kurang begitu kuat. Melihat hal ini, ICSB Indonesia bekerja sama dengan Universitas Al-Azhar Indonesia untuk melakukan pengembangan riset kewirausahaan dalam perspektif Islam (Muslimpreneurship).

“Hal ini sejalan dengan tagline Universitas Al-Azhar Indonesia yang berbunyi “Enterprising University,” kata Asep Saefuddin selaku rektor Universitas Al-Azhar.

Menurut Wakil Rektor IV Bidang Inovasi, Kewirausahaan, dan Pengembangan Universitas Al-Azhar Indonesia Ary Syahriar, ndonesia memiliki potensi ekonomi yang sangat luar biasa. Sayangnya, hal ini tidak dapat dimanfaatkan secara optimal karena tingkat inovasi yang masih rendah.

“Indonesia adalah anggota negara G-20. Saat pertama kali masuk, Indonesia masih di sekitar angka 20-an, tapi sekarang  di angka sepuluh. Namun, walaupun Indonesia termasuk negara kaya, tapi kita punya inovasi itu sangat rendah sehingga keberlangsungan pertumbuhan ekonominya itu masih mudah goyah,” ujar Ary.

Mandeknya inovasi di sektor perekonomian Indonesia inilah yang mendorong Universitas al-Azhar Indonesia untuk menggagas konsep kewirausahaan. Kali ini, ide konsep tersebut datang dari nilai-nilai dasar ekonomi Islam yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. Melalui gagasan muslimpreneuship, Universitas Al-Azhar Indonesia mencoba membantu Indonesia untuk meningkatkan nilai inovasi sehingga kita bisa mencapai nilai pertumbuhan ekonomi yang memiliki ketahanan kuat.

“Jadi, ada bagaimana kita berlaku jujur, bagaimana kita berdisiplin, ujungnya memang dengan penggunaan teknologi tapi basisnya kemanusiaan. Jadi, muslimpreneur akan membangun sebuah bisnis yang berbasis pada gagasan-gagasan muslim seperti halal dan thoyib,” jelas Asep.

Walaupun menggunakan nilai-nilai Islam sebagai dasar kegiatan wirausahanya, muslimpreneurship tidak hanya dikhususkan untuk orang-orang beragama Islam saja. Konsep kewirausahaan ini justru dapat digunakan oleh penganut agama manapun.

“Hal ini juga mencontoh Nabi Muhammad SAW yang menunjuk orang non-muslim sebagai pengelola keuangannya saat beliau sedang berdagang di Madinah. Ini menunjukkan muslimpreneurship memiliki nilai toleransi terhadap agama mana pun,” lanjut Asep.

Penandatanganan MoU kerja sama pengembangan riset muslimpreneurship dilaksanakan pada Rabu, 30 Januari 2019 di Philip Kotler Theatre Class, MarkPlus, Inc. Main Campus EightyEight@Kasablanka lantai 8.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

 

 

Related