Kompleks, Namun Pusat Belanja di Indonesia Harus Tumbuh

marketeers article

Di Jakarta, moratorium mal masih berjalan. Para developer mal pun mencari pasar baru. Hanya saja, untuk mencari pasar untuk kelas menengah atas sudah terbatas. Menurut Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) saat ini, rata-rata okupansi pusat belanja di Indonesia mencapai 90%.

Kendati demikian, ada beberapa pusat belanja yang okupansinya di bawah rata-rata industri. Khusus di DKI Jakarta, permintaan masih sangat besar. Namun, moratorium pembangunan mal masih berlaku sejak Joko Widodo masih menjabat sebagai Gubernur Jakarta sehingga supply-nya sudah terbatas.

“Kebutuhan dan ketersediaan mal di Jakarta menjadi tidak imbang. Begitu juga di beberapa daerah. Meski begitu, tidak serta merta pembangunan akan diarahkan ke sana. Apalagi, sebenarnya bisnis pembangunan mal ini adalah bisnis yang kurang menguntungkan karena harus menanggung bad debt 10 sampai 12 tahun,” jelas Ketua Umum APPBI Stefanus Ridwan.

Nada yang beda disampaikan oleh Colliers International Indonesia. Sebagai konsultan properti, Colliers melihat secara umum performa mal, khususnya di Jakarta relatif stagnan dengan permintaan yang terbatas. Okupansi bisa sewaktu-waktu menurun karena kehadiran pusat perbelanjaan baru. Menurut Colliers, areal tempat makan masih mendominasi permintaan di space yang ada.

Tarif sewa pun diprediksi tumbuh sedikit. Akan ada sedikit penyesuaian pada mal kelas menengah atas. Ke depannya, Colliers memperkirakan tingkat okupansi akan terus meningkat secara bertahap karena pasokan yang terbatas selama beberapa tahun ke depan.

 

Artikel selengkapnya bisa dibaca di

Majalah Marketeers edisi Des 2016-Jan 2017

Related