KPU Bangun Positioning Pemilu 2024 sebagai Sarana Pemersatu Bangsa

marketeers article
Ketua KPU RI Hasyim Asyari saat berbincang dengan Founder & Chairman M Corp Hermawan Kartajaya di Marketeers TV Studio Jakarta pada Selasa (14/02/2023). (Foto: Hafiz/Marketeers)

Tepat hari ini, Pemilu 2024 tinggal berjarak satu tahun. Digelar pada 14 Februari 2024, pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia ini diposisikan oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU Republik Indonesia sebagai sarana pemersatu bangsa.

Hal ini disampaikan oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari saat berbincang dengan Founder & Chairman M Corp Hermawan Kartajaya di Marketeers TV Studio Jakarta pada Selasa (14/02/2023).

“14 Februari tahun depan akan menjadi hari kasih sayang dan hari kasih suara. Di sini, KPU memiliki visi dalam melangkah. Salah satunya adalah menjadi Pemilu-Pilkada 2024 sebagai sarana integrasi bangsa, sebagai sarana pemersatu bangsa,” ujar Hasyim.

Menurutnya, Pemilu-Pilkada adalah arena konflik yang sah dan legal untuk meraih kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan. Kondisi 14 Februari 2024 akan sama peristiwanya dengan 17 April 2019. Di sini, akan digelar lima jenis Pemilu yang digelar bersamaan, yakni pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, memilih anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan DPD. Tentu, di sini akan terjadi lagi koalisi partai politik.

BACA JUGA: Cegah Disinformasi Pemilu 2024, Google Kucurkan Dana US$ 1,7 Juta

Pada saat yang bersamaan, semua partai pasti menginginkan suara yang akan dikonversi sebagai kursi. Meski begitu, nantinya akan tercipta mekanisme alamiah untuk saling mengerem persaingan, tepatnya pada waktu pencoblosan kepala daerah.

“Bedanya pada Pilkada 2024, jika sebelumnya Pilkada dilakukan secara sporadis atau dilaksanakan sesuai akhir masa jabatan kepala daerah di wilayahnya masing-masing. Tahun 2024, akan serentak. Semua Gubernur/Bupati -kecuali Jogja- di 37 Provinsi dan 514 Kabupaten/Kota Pilkadanya dilakukan serentak,” papar Hasyim.

Tentu, seseorang yang bisa dicalonkan sebagai calon Gubernur atau Walikota, salah satu jalurnya adalah melalui jalur partai politik yang memiliki kursi di masing-masing DPRD sekitar 20%.

Jika sebuah partai mencapai 20% maka bisa mencalonkan calonnya sendiri. Untuk partai yang tidak mencapai angka tersebut, secara alamiah akan mencari partai lain untuk digandeng meski mungkin sebelumnya mereka bersaing di proses Pemilu yang sama-sama mengejar suara dan kursi.

BACA JUGA: Jelang Pemilu 2024, Kominfo Siapkan Tim Keamanan Siber

Dengan kata lain, di politik itu tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Dengan begitu, Pemilu serentak 2024 dan Pilkada serentak 2024 membawa hikmah. Ya, akan terjadi kompetisi dan konflik legal namun tidak menjadikan kita terpecah belah, tapi justru menyatukan kita.

“Pemilih pun tidak boleh baperan. Pasalnya, para elitnya dalam waktu singkat setelah bertarung akan berkoalisi kembali atau berteman. Dari sini, kita perlu mengubah cara pikir dan cara pandang bahwa Pemilu 2024 adalah sarana untuk intergasi bangsa, sarana untuk mempersatukan bangsa,” pungkas Hasyim.

Lebih dalam, Hasyim juga menyebutkan bahwa KPU itu boleh saja salah tapi tidak boleh berbohong. Mengapa demikian?

Selain itu, pria yang pernah mengenyam pendidikan ilmu tata negara, ilmu sosial, dan ilmu kepolisian ini juga membeberkan bagaimana strategi KPU menggandeng suara pemilih muda dan pemilih pemula. Apa bedanya?

Temukan jawabannya dan nantikan obrolan hangat Hermawan Kartajaya bersama Hasyim Asy’ari mengenai Pemilu 2024 hanya di kanal YouTube MarkPlus Channel.

Related