Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global mencapai level 53,6 pada Februari 2025. Jumlah tersebut naik signifikan sebesar 1,7 poin dari capaian bulan lalu di angka 51,9.
Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perindustrian menjelaskan capaian PMI Manufaktur melampaui hasil di negara besar, seperti Amerika Serikat (AS) dan Cina. Selain itu, di Asia Tenggara (ASEAN), PMI Manufaktur Indonesia juga yang tertinggi.
BACA JUGA: Tingkatkan Investasi Manufaktur, RI dan Turki Bentuk Komite Bersama
Secara terperinci, PMI Manufaktur AS sebesar 51,6 dan Cina 50,6. Kemudian Taiwan 51,5, Filipina 51, Thailand 50,6, Malaysia 49,7, Vietnam 49,2, Jepang 48,9, Myanmar 48,5, Jerman 46,1, dan Inggris 46,4.
“Indonesia mencatatkan pertumbuhan yang tertinggi di tingkat ASEAN. Bahkan juga melampaui negara-negara manufaktur global yang saat ini masih mengalami fase kontraksi,” kata Agus melalui keterangan resmi, Senin (3/3/2025).
BACA JUGA: Tumbuh 4,75%, Manufaktur Konsisten Jadi Tulang Punggung Ekonomi
PMI manufaktur yang berada di atas level 50 mencerminkan dalam kondisi ekspansif. Untuk fase ekspansi PMI Manufaktur Indonesia pada bulan Februari ini merupakan titik tertinggi sejak 11 bulan terakhir.
Level ekspansi ini juga sejalan dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang memperlihatkan pada Februari 2025 tercatat di level 53,15. Posisi tersebut meningkat 0,05 poin dibandingkan Januari 2025 atau meningkat 0,59 poin dibandingkan dengan Februari tahun lalu.
“Sama dengan bulan Januari 2025, di bulan Februari juga untuk PMI manufaktur Indonesia dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) berada pada fase ekspansi. Ini menandakan bahwa sektor industri manufaktur terus berkembang dengan optimisme yang cukup tinggi di awal tahun,” katanya.
Meskipun menghadapi berbagai dinamika politik dan ekonomi global, industri manufaktur nasional tetap menunjukkan kepercayaan yang tinggi dalam menjalankan usahanya. Hal ini turut mencerminkan kondisi iklim usaha di Indonesia yang kondusif karena adanya beberapa regulasi pemerintah yang mendukung peningkatan produktivitas dan daya saing bagi sektor industri.
“Dengan adanya berbagai upaya strategis dan inovasi dari para pelaku industri, serta dukungan berkelanjutan dari pemerintah, kami optimistis sektor industri manufaktur dapat kembali bangkit dan mencatat pertumbuhan positif sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Agus.
Melesatnya kinerja industri manufaktur ini karena didorong oleh tingginya produktivitas dalam upaya memenuhi kebutuhan pasar domestik yang meningkat.
“Karena pasar domestik masih menjadi andalan, harus dipastikan gempuran impor bisa dihilangkan, dengan diterbitkan kebijakan safeguard, lartas, dan lain-lain untuk melindungi pasar dalam negeri,” tuturnya.
Editor: Ranto Rajagukguk