Lewat Dialog, CIMA Perkuat Hubungan Indonesia dan Tiongkok

marketeers article

Hubungan bilateral antara Indonesia dan Tiongkok secara diplomatik telah terjalin lebih dari 70 tahun. Hubungan ini tidak hanya direfleksikan dalam kerja sama politik dan ekonomi, tetapi juga sosial kultural. Meski memiliki budaya masyarakat yang sangat berbeda, Indonesia yang merupakan mayoritas penduduk muslim dapat bekerja sama dengan Tiongkok. Perbedaan budaya ini pula yang bila dipahami dapat melahirkan kekuatan ekonomi dan budaya.

Eratnya hubungan diplomatik antarkedua negara terbukti dengan semakin kuatnya kerja sama di bidang perekonomian. Pada tahun 2020, Tiongkok dikatakan menjadi salah satu investor terbesar di Indonesia dengan nilai investasi mencapai US$ 4,8 miliar dengan nilai perdagangan mencapai US$ 78,9 miliar.

Selain itu, Indonesia dan Tiongkok juga akan menjalin kerja sama dari sisi teknologi. Sebagaimana implementasi dari ASEAN-China Year of Digital Economy Cooperation 2020, kerja sama dengan Tiongkok diharapkan dapat lebih mendorong perkembangan e-commerce di Indonesia dan Asia Tenggara.

Arief Harsono, Chairman China Indonesia Management Association (CIMA) mengatakan, meski kerja sama diplomatik antara Indonesia dan Tiongkok telah berlangsung lebih dari 70 tahun, sejumlah bukti sejarah menunjukkan hubungan ini sebetulnya telah terjalin ratusan tahun sejak zaman kerajaan kuno di Indonesia dan Tiongkok.

Menariknya, hubungan kedua bangsa di masa kerajaan tersebut berkembang menjadi akulturasi budaya. Kita dapat melihat, pengaruh budaya Tiongkok di Indonesia dalam struktur bangunan masjid-masjid kuno, terutama di Pulau Jawa. Fakta akulturasi budaya lainnya menunjukkan bahwa kedua bangsa ini pernah hidup berdampingan secara damai di Indonesia. Keharmonisan keduanya diikat pula dengan perkawinan.

“Karena itulah, upaya meningkatkan hubungan baik melalui dialog ekonomi dan perdagangan lintas budaya perlu terus dikembangkan. CIMA didirikan bertujuan untuk memperkuat hubungan antara Indonesia dan Tiongkok untuk berkembang menjadi suatu partnership dalam membangun kemakmuran Asia,” ujar Arief pada acara Cross Cultural Dialogue Series 1: Understanding Indonesian Muslims Culture, Sabtu (13/03/2021).

Diharapkan, CIMA dapat membuat hubungan antara Indonesia dengan Tiongkok yang telah kuat akan semakin kuat dan berkembangan menjadi hubungan untuk membangun kemakmuran di Asia. CIMA menyadari proses ini tidak mudah karena dalam kurun waktu yang lama tidak ada upaya membangun dialog lintas budaya di antara dua budaya tersebut.

Dialog seri pertama ini sendiri menjadi langkah awal dalam membangun pemahaman yang lebih baik mengenai budaya yang berbeda di kedua negara. Pada dialog seri pertama ini, bahasan soal memahami budaya muslim Indonesia menjadi pilihan karena dalam pemberitaan negara barat, Indonesia selalu disebut sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia. Hal ini sangat berdampak pada perkembangan budaya, bisnis, juga perdagangan.

Bisa dikatakan, selama puluhan tahun, puncak transaksi bisnis ritel terbesar terjadi pada masa bulan puasa dan Lebaran. Pengaruhnya sangat dirasakan oleh banyak pengusaha lintas industri, seperti berbagai kebutuhan primer hingga produk otomotif dan kebutuhan sekunder lainnya.

“Dengan adanya dialog ini pula, diharapkan rasialisme anti Tionghoa di Indonesia lambat laun bisa berkurang. Orang Indonesia juga perlu belajar memahami keunikan budaya Tiongkok. Misalnya, tentang spirit yang berhasil dibangun sejak Tiongkok melakukan reformasi ekonomi di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping yang membuat Tiongkok sebagai salah satu keajaiban ekonomi di zaman moderen. Topik ini yang akan menjadi dibahas di seri kedua nanti,” tutup Arief.

Related