Lewat Teknologi Digital, TaniHub Dorong Kemajuan Petani

profile photo reporter Ellyta Rahma
EllytaRahma
10 September 2020
marketeers article

Berangkat dari keinginan mempermudah akses petani terhadap pasar, TaniHub resmi berdiri sebagai sebuah startup yang fokus mendigitalisasi bidang pertanian. TaniHub juga mendukung petani dalam pendanaan dan distribusi.

Startup ini lahir karena keprihatinan terhadap fenomena rendahnya harga yang diperoleh petani karena rantai distribusi yang panjang.  Pendiri TaniHub berpikir bahwa harus ada solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Tercetuslah ide memanfaatkan teknologi dengan menciptakan marketplace sebagai jembatan bagi para petani  menjual hasil taninya langsung ke konsumen atau pelaku bisnis lain.

“Tapi saat itu,  ada ketidaksiapan dari petani untuk berjualan secara daring. Jadi, kami bertransformasi menjadi e-commerce agar daya beli dan supply-nya bisa seimbang,” jelas Astri Purnamasari, Vice President of Corporate Services TaniHub Group.

Model e-commerce ini mendorong TaniHub bergerak masif membantu petani untuk mengoptimalkan penjualan hasil tani ke pelaku bisnis atau konsumen rumahan. Astri menjelaskan fungsi e-commerce TaniHub tidak hanya untuk mempertemukan petani dan konsumen, tapi juga menyesuaikan supply dan demand hasil tani. Sistem e-commerce yang komprehensif menyebabkan penjualan hasil tani yang lebih optimal.

Dalam proses pengembangannya, TaniHub mulai menemukan masalah yang ternyata melanda petani di Indonesia. Memang, adanya e-commerce permintaan produk-produk hasil tani meningkat.  Namun nyatanya, peningkatan ini tidak sejalan dengan kemampuan petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Penyebabnya, sebagian petani di Indonesia masih memiliki akses yang terbatas terhadap sistem keuangan seperti bank atau lembaga keuangan lainnya.

Pada tahun 2017, TaniHub mulai memperluas produknya ke arah finansial dengan meluncurkan TaniFund. Ini adalah platform peet-to-peer lending yang langsung menyasar petani di Indonesia yang membutuhkan dana untuk mengembangkan pertaniannya.

“Lewat pendanaan ini, TaniHub berupaya mendorong produktivitas para petani agar bisa memenuhi permintaanpasar. Apalagi trafik di e-commerce TaniHub terus meningkat,” lanjut Astri.

TaniFund terbuka untuk semua petani yang tergabung dalam ekosistem TaniHub. Mereka memiliki kesempatan yang sama untuk didanai. Hanya saja, ketentuan dan perhitungan dana yang diberikan tetap berlaku. Biasanya, pendanaan ini didorong dengan jumlahpermintaan pasar terhadap hasil tani. Melalui dana yang diberikan, petani bisa melakukan perluasan lahan pertanian hingga peningkatan kualitas produk pertanian.

TaniFund menerapkan sistem pengembalian pinjaman unik. Petani tidak membayar tagihan   dalam bentuk uang, namun dalam bentuk produk hasil tani. Menurut Astri, sistem inilah yang menjaga konsistensi penggunaan dana oleh petani terhadap perkembangan produktivitas pertaniannya. Dalam jangka waktu yang telah ditentukan, saat pemberian dana petani harus menyerahkan sejumlah hasil tani yang akan dijual melalui e-commerce TaniHub. Keuntungan penjualan akan dikembalikan ke petani   sebagai modal penanaman baru.

“Istilahnya kami membeli hasil taninya di awal. Jadi saat panen, petani tinggal menyerahkan hasil taninya untuk dijual ke konsumen baik industri maupun rumahan. Dengan sistem ini pula, TaniHub bisa menjaga kesesuaian demand dan supply pasar,” lanjut Astri.

Kemudahan mengakses pendanaan ini berlanjut dengan peluncuran TaniSupply. TaniSupply merupakan platform untuk menangani proses distribusi panenan. Astri mengklaim adanya platform ini menyebabkan proses distribusi dapat dilakukan secara komprehensif dan tepat sasaran. Sehingga, tidak ada hasil tani yang menumpuk dan rusak dan tidak bisa dijual.

Dengan ketiga unit bisnisnya ini, TaniHub secara kuat membuktikan bahwa strategi omnichannel dapat membantu petani dalam mengembangkan usahanya. Para petani yang sebelumnya melakukan proses penanaman, panen, hingga penjualan dengan cara manual, kini bergerak memanfaatkan kanal digital. Terutama saat menjual hasil tani. Setelah terjual, petani bisa langsung memulai penanaman baru. Inilah siklus yang dibangun TaniHub dan ekosistemnya. 

TaniHub selalu berupaya untuk memaksimalkan bisnisnya melalui dua kanal online dan offline. Hal ini bisa dilihat dari gencarnya kampanye offline activation hingga edukasi langsung kepada petani. Sebagai contoh offline activation, TaniHub secara rutin menggelar TaniFest. Ini adalah festival tani yang mendekatkan produk-produk hasil tani dengan konsumen.

Pada September 2019, TaniHub menggelar TaniFest bertepatan dengan ulang tahun sekaligus Hari Tani Nasional. Acara yang mengusung Agriculture for Everyone ini mendekatkan produk hasil tani yang ada di TaniHub dengan konsumen. Lewat acara ini juga, TaniHub membangun citra baru pertanian Indonesia yang modern tidak hanya dalam proses produksi, tapi juga distribusi dan penjualan.

“TaniHub memiliki tiga pilar utama, yaitu technology, agriculture, dan social impact. Pada setiap strategi yang kami jalankan, diusahakan setidaknya satu dari pilar ini terselip di dalamnya. Termasuk dalam strategi omnichannel yang kami jalankan,” kata Astri.

Dalam memperkuat strateginya ini, TaniHub tengah mengembangkan sistem distribusi berbasis Processing & Packing Center. Pusat distribusi ini memanfaatkan teknologi robotik untuk memilah hasil tani sesuai dengan target pasarnya dan mengepak produk hasil tani dengan metode yang dapat membuat umur sayur dan buah lebih panjang. Teknologi ini memungkinkan cakupan distribusi yang lebih luas.

“Apalagi melihat kondisi COVID-19 ini. Kami mencatat peningkatan pengguna baru TaniHub yang mencapai 150.000 pada periode Maret sampai April. Artinya, demand juga cenderung naik sehingga supply harus bisa memenuhi, salah satunya dengan mendigitalisasi proses packaging dan distribusi kami agar hasil tani tidak terbuang karena rusak pada tahap distribusi dan petani tidak rugi,” pungkas Astri.

Related