Libatkan Masyarakat untuk Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan

marketeers article
MAGELANG, May 29th 2018: Crowd of people in Borobudur Temple, before releasing thousands of lanterns Ritual ceremony of Buddhism on Vesak day in Indonesia

Tahun 2021 bisa dibilang sebagai tahun untuk membangkitkan kembali pariwisata Indonesia. Tak sekadar mengembalikan performa sebelum pandemi, para pelaku industri juga sedang membangun pondasi pariwisata yang berkelanjutan. Hal ini tidak lepas dari perhatian para pemerintah daerah, seperti Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Karanganyar.

Di sisin lain, hari ini ada pergeseran orientasi dari para wisatawan akibat pembatasan aktivitas selama pandemi COVID-19. Ada orang yang tetap patuh menjaga diri tidak keluar rumah. Ada pula masyarakat yang sudah mulai bosan dan memberanikan diri beriwasata dengan protokol yang kuat.

“Untuk masyarakat yang sedang mencari destinasi wisata, mereka lebih menyukai destinasi dengan ruang terbuka. Model ini memberikan rasa aman berwisata. Untuk itu, kami mendefinisikan ulang peta jalan pariwisata kami,” ujar Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Jawa Tengah Sinung Nugroho Rachmadi pada acara The 6th Strategic Discussion: Redefining Sustainable Tourism Roadmap yang digelar virtual.

Salah satu ikon pariwisata di Jateng sendiri adalah Borobudur yang hadir sebagai ruang terbuka. Sebab itu, destinasi ini kian diminati meski peraturan pembatasan jumlah wisatawan dan waktu kunjungan tetap dikerahkan. Di sisi lain, Borobudur harus tetap dijaga marwahnya sebagai destinasi wisata di Jateng. Untuk itu, pemerintah membentuk ekosistem pariwisata yang memegang teguh kebudayaan.

Bagi Sinung, pariwisata yang berorientasi pada lingkungan hidup akan memiliki umur yang lebih panjang. Pasalnya, industri pariwisata bukan hanya berorientasi pada bisnis dan jumlah wisatawan atau jumlah produk yang terjual, tetapi ada orientasi pada lingkungan dan budaya.

“Untuk mewujudkan tantangan sustainability ini, kita juga perlu melibatkan partisipasi masyarakat. Kita tak bisa bekerja sendiri. Saujana Borobudur ini harus diperkuat karakternya,” tegas Sinung.

Menanggapi pernyataan Sinung, Titis Sri Jawoto mengatakan selain ramah lingkungan, pariwisata ini harus ramah alam dan sosial. Selain itu, para pelaku juga harus mengerahkan strategi yang tepat untuk menjaga kunjungan wisatawan yang tersisa sekarang ini.

“Selain itu, kami juga memandang penting kehidupan yang harmoni sebagai tujuan jangka panjang sebagai destinasi wisata. Kami melihat banyak peluang dengan berbagai potensi di Karanganyar. Salah satu yang menjadi daya pikat destinasi itu adalah masyarakat dengan kehidupan sehari-harinya,” ujar Titis.

Jika berbicara soal tren, Kepala Dinas Pariwisata Gianyar A.A Putrawan tertarik dengan potensi yang hadir dari wellness tourism. Perjalanan yang mengedepankan soal kesehatan fisik, mental atau pun aktivitas spiritual ini kian dicari oleh masyarakat. Tren ini tumbuh seiring dengan semakin bertumbuhnya kesadaran masyarakat akan kesehatan diri.

“Pandemi ini memberikan pelajaran berharga. Kesehatan menjadi hal utama. Wisatawan ke depan adalah mereka yang amat sehat. Untuk itu, kami berlomba untuk mengkomunikasikan destinasi di Gianyar sebagai destinasi yang sehat. Saya yakin, tahun ini akomodasi, transportasi, dan destinasi wisata berbasis alam akan dipilih wisatawan,” ujar Putrawan

Untuk itu, seperti di Ubud, Pemda setempat lebih banyak menawarkan homestay ketimbang hotel berbintang. Begitu juga dengan destinasi desa wisata yang terus dikomunikasikan dan dilengkapi infrastrukturnya. “Kegiatan seperti bersepeda, yoga, SPA, atau yang lebih memicu adrenalin seperti rafting, dan ATV riding juga sangat diminati,” tutup Putrawan.

Related