Lika-Liku Sandwich Generation dan Jalan Keluarnya

marketeers article

Akhir-akhir ini, istilah sandwich generation banyak dibicarakan. Sandwich generation merupakan individu yang harus mencukupi kebutuhan ekonomi banyak pihak dalam waktu bersamaan. Hal ini dapat dilihat dari generasi produktif masa kini yang harus memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarga. Fenomena sandwich generation banyak terjadi di negara-negara berkembang yang nilai kekerabatannya kuat.

Fenomena sandwich generation menyebabkan sulitnya anak-anak muda untuk mengelola keuangannya. Dijelaskan oleh Yan Ardhianto Handoyo, Senior Manager Business Development Sequis Life, menentukan pola keuangan generasi ini sangat sulit. Apalagi dengan kenyataan bahwa kebutuhan adalah hal yang harus dipenuhi dan cenderung tidak bisa ditawar.

Apa saja yang dipersoalkan oleh generasi ini? Bisa dibilang memenuhi kebutuhan dua pihak dalam waktu bersamaan sangatlah berat. Disamping memenuhi kebutuhan sendiri, orang yang terjebak dalam generasi ini juga harus memenuhi kebutuhan orang tua, saudara, atau keluarga terdekat. Tidak jarang pula yang ditanggung lebih dari dua pihak.

Lebih lanjut, sandwich generation juga cenderung memiliki urgensi untuk terus memenuhi keinginannya. Walaupun bersifat tersier. Hal ini mendorong mereka sebagai generasi yang konsumtif dan sulit untuk menabung atau berinvestasi.

“Terjepit di antara dua kewajiban finansial, seseorang yang menjadi sandwich generation tidak mudah, namun saya percaya hal ini dapat dihindari. Ada banyak cara yang bisa dilakukan, seperti mengkomunikasikan batasan tanggungan hingga mengajak untuk bersikap produktif bersama-sama,” kata Yan.

Komunikasi finansial menjadi salah satu solusi penting yang harus dilakukan sandwich generation untuk menyelesaikan masalahnya. Penjelasan seperti batas pemenuhan pertanggungan, pos-pos pengeluaran apa saja dan jumlahnya yang sanggup ditanggung menjadi hal yang harus dikomunikasikan. Jika komunikasi berhasil, ajakan untuk berhemat juga harus dilakukan.

“Harus ada keberanian untuk mengkomunikasikan hal ini. Kalau tidak, justru akan berdampak pada kondisi psikologi diri sendiri seperti stres dan lain sebagainya,” tegas Yan.

Lebih lanjut, sandwich generation juga harus mengelola keuangannya dengan lebih cermat. Di antaranya dengan menentukan pos-pos kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Setelah menentukan pos-pos ini, pengeluaran bisa diseleksi lagi mana yang lebih penting dan mana yang bisa ditunda. Dengan demikian, akan ada bagian dari pendapatan yang bisa dikelola untuk masa depan.

“Generasi ini juga harus belajar untuk menyelesaikan dulu tagihan kebutuhan utama, baru selanjutnya bisa membuka tagihan lain. Selain itu, cermat dalam menentukan pola belanja juga perlu dilakukan. Bahkan, cashback dan diskon bisa menjadi pilihan untuk membantu keringanan pemenuhan generasi ini,” Yan.

Editor: Ramadhan Triwijanarko

Related