Lima Alasan Bank DKI Mendigitalisasikan Bisnis Sejak Sebelum Pandemi

marketeers article

Pandemi global mendorong percepatan proses digitalisasi di segala aspek, termasuk dalam dunia perbankan. Memulai langkah digitalisasi sejak awal tahun 2020, Bank DKI semakin fokus menggarap ranah ini. Berkurangnya jumlah interaksi dengan nasabah selama diberlakukannya aturan PPKM mendorong Bank DKI dalam melakukan percepatan transformasi digital pada layanannya, termasuk dalam memasarkan layanan perbankan bagi para nasabah.

“Kami mulai fokus terhadap digital marketing sejak awal tahun 2020 sebelum pandemi terjadi. Pada saat pandemi tentunya orang juga mengurangi interaksi dan lain-lain. Saat itu, kami masuk dan nanti kita lihat hasil dari digital marketing tersebut,” kata Edi Supriyadi, Kepala Divisi Komunikasi Bisnis Bank DKI.

Demi menjangkau nasabah secara lebih luas, Bank DKI gencar menggelar aktivitas digital marketing. Menurut data dari laman GlobalWebIndex, terjadi peningkatan pengguna internet, khususnya media sosial selama masa pandemi. Terjadi pula peningkatan sebanyak 47% jumlah pengguna yang menghabiskan waktu pada media sosial dibanding sebelum pandemi. Hal ini yang membuat Bank DKI terdorong untuk memasarkan produk dan layanannya melalui media digital, khususnya media sosial. Di sisi lain, perusahaan tidak dapat berharap banyak pada traditional market karena faktor pemberlakuan pembatasan kegiatan sosial.

“Kenapa kita harus move to digital marketing? Kami ingin menjangkau masyarakat dan target market yang lebih luas karena semua kalangan adalah pengguna internet. Melalui pemasaran tradisional, kami jadi tidak bisa tatap muka dan yang bisa kami lakukan adalah contactless marketing,” tambah Edi.

Edi juga menyebutkan, berdasarkan data matriks dari laman Hootsuite, dari total populasi penduduk Indonesia sebanyak 274.9 juta jiwa, terdapat 345.5 juta gawai yang terkoneksi dengan internet. Artinya, beberapa di antaranya memiliki lebih dari satu device yang digunakan tiap hari. Melihat besarnya angka ini, Bank DKI semakin yakin dengan langkah untuk melakukan pemasaran secara digital. Tak hanya itu, perusahaan juga mempertimbangkan kemampuan jangkauan, cost, target, keterukuran dari keberhasilan kampanye, serta model komunikasi yang berbeda yang bisa dilakukan melalui teknologi digital.

Dari segi cost atau biaya, pemasaran secara tradisional membutuhkan cost yang lebih besar, dibandingkan dengan pemasaran digital yang biayanya lebih sedikit namun lebih efektif. “Tradisional lebih mahal, karena kita harus bayar orang, pakai kendaraan ke sana-sininya,” kata Edi.

Sementara dari segi target, pemasaran tradisional akan menyasar masyarakat secara umum, sedangkan digital dapat menyasar masyarakat dari kriteria yang lebih spesifik sesuai dengan target yang diharapkan oleh perusahaan.

Dilihat dari segi pengukuran, pemasaran tradisional lebih sulit diukur secara pasti, karena memiliki beberapa faktor lain. Berbeda dengan pemasaran secara digital, hasil akan lebih terukur dan tercatat pada sistem secara jelas.

“Segi pengukuran, tradisional tidak dapat diukur secara pasti, sedangkan digital lebih terukur,” kata Edi.

Terakhir, dari segi komunikasi yang digunakan, pemasaran tradisonal hanya dapat dilakukan satu arah, namun dengan digital contohnya pemasaran yang dilakukan di sosial media, pemasaran dapat bersifat dua arah atau lebih transaksional. Di sini, target audiens dapat langsung memberikan feedback secara interaktif kepada iklan atau program yang dibuat oleh Bank DKI. Itulah lima hal yang membuat Bank DKI melakukan digitalisasi bahkan sebelum pandemi terjadi.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related