Lima Alasan Mengapa Coca-Cola Akuisisi Kedai Kopi Costa

marketeers article

The Coca-Cola Company telah mengumumkan niatnya untuk mengakuisisi jaringan kedai kopi Costa dari perusahaan induknya Whitbread PLC senilai US$ 5,1 miliar. Kesepakatan ini diharapkan akan terealisasi pada paruh pertama tahun 2019.

Akuisisi itu akan memberikan Coca-Cola sebuah platform kopi yang kuat di seluruh bagian Eropa, Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika. Costa memiliki hampir 4.000 gerai ritel, dan merupakan perusahaan kopi yang tengah berkembang di Amerika Serikat dan China. Langkah ini akan menempatkan Coca-Cola dalam persaingan langsung dengan perusahaan seperti Starbucks dan Dunkin.

Banyak perusahaan minuman telah melakukan akuisisi baru-baru ini untuk berada di segmen yang tampaknya memiliki prospek cerah. Seperti akuisisi SodaStream oleh Pepsi, dan penggabungan Dr Pepper Snapple dan Keurig Green Mountain.

CEO James Quincey menyatakan alasan utama di balik akuisisi ini. Seperti yang dikutip dari Forbes, ia menjelaskan lima alasan mengapa sang raja soda harus tercebur kubangan kopi.

1. Ahlinya Kopi

Pembelian Costa Coffee menyuntikkan keahlian baru Coca-Cola di bidang kopi. Bukan soal racik-meracik kopi, tetapi juga mengenai rantai pasok kopi, termasuk sourcing, vending, dan distribusi. Ini akan menjadi pelengkap kemampuan yang ada dalam sistem Coca-Cola.

Manajemen juga menyatakan bahwa perusahaan kopi memiliki roaster baru dengan kapasitas tambahan yang signifikan, memberi mereka kapasitas pemanggangan yang signifikan di masa depan. Perusahaan juga telah membangun bisnis penjualan kopi secara masif, dengan 8.237 mesin Costa Express tersebar di seluruh dunia, yang terletak di tempat-tempat seperti toko, bioskop, dan kantor. Ini dapat mempermudah Coca-Cola untuk memperluas penawaran yang ada.

Karena raksasa kola ini belum memiliki pengalaman dalam menjalankan bisnis ritel, ia berniat membiarkan manajemen yang ada menangani sebagian dari bisnis kedai kopinya itu.

2. Diversifikasi Ke Segmen Baru

Coca-Cola adalah pemain besar dalam industri ready-to-drink (RTD) non-alkohol, yang saat ini bernilai US$ 800 miliar. Namun, ketika Cola mencampurkan bisnis kopi Costa, ukuran pasarnya melebar menjadi US$ 1,5 triliun.

Selain itu, segmen ini tumbuh dengan cepat, sekitar 6% per tahun. Costa Coffee adalah merek kedai kopi nomor satu di Amerika Serikat, dan telah terpilih sebagai kedai kopi paling disukai di wilayah tersebut selama delapan tahun terakhir.

3. Peluang China
Seperti Starbucks, Costa Coffee juga melihat China sebagai lokomotif pendorong pertumbuhan internasionalnya. Perusahaan berniat untuk meningkatkan jumlah tokonya di negara itu dari 449 gerai saat ini menjadi sekitar 1.200 gerai pada tahun 2022.

China secara jangka panjang tetap menjadi pendorong pertumbuhan bagi perusahaan, sebagaimana PDB-nya, yang diproyeksikan melebihi US$ 15 triliun pada tahun 2021 dari US$ 11 triliun pada tahun 2014. Artinya,  peningkatan besar-besaran akan terjadi di kelas menengah.

Selain itu, konsumsi kopi per kapita di China adalah sekitar setengah cangkir per orang per tahun dibandingkan dengan sekitar 300 cangkir per orang per tahun di Amerika Serikat. Pembelian kembali usaha patungan Costa dengan mitra lokal di China Selatan, memberi akses Cola mengendalikan operasional China di luar Beijing secara penuh.

4. Sumber Pendapatan Baru Costa

Coca-Cola memiliki kemampuan untuk memperluas perusahaan kopinya lebih cepat dan lebih ekonomis daripada Whitbread. Selain itu, Coca-Cola berencana untuk meluncurkan RTD kopi dingin dan panas dengan harga lebih murah. Cola-Cola memiliki pengalaman dalam menyediakan kopi kemasan dan kaleng di beberapa pasar, seperti kopi Georgia di Jepang.

5. Sinergitas Pendapatan
Perusahaan mengatakan, dalam mengantisipasi sinergi pendapatan, ia mungkin menjual produk Costa melalui jaringan distribusi, dan melalui penjualan produknya di toko-toko Costa Coffee atau mesin penjual otomatis.

Editor: Eko Adiwaluyo

Related