Lima Taktik Mempercepat Terjadinya Near Cash Di Era Pandemi

marketeers article
A small victorious businessman stands with raised arms near a giant water faucet leaking a lot of dollar bills. Money and lottery. Getting rich. Source of income.

Cash menjadi satu-satunya hal konkret dan likuid bagi sebuah bisnis. Dibandingkan income dan profit yang masih berupa catatan di tumpukan laporan keuangan, cash menjadi motor penggerak untuk mempersiapkan diri di medan pertarungan berikutnya. Pada masa sulit, siapa yang memiliki atau mampu meraup dana segar akan menjadi penentu permainan. Untuk mewujudkan hal tersebut, ada berbagai taktik meraih near cash.

“ Mihir Desai, seorang profesor keuangan di Harvard Business School, berpendapat bahwa ukuran utama dari bisnis yang sukses mengatur cash adalah terletak pada pengelolaan siklus konversi kas atau sering disebut sebagai CCC (cash conversion cycle) yang tepat. Secara singkat, CCC adalah berapa lama pelanggan melunasi pembayaran dikurangi berapa lama Anda harus melunasi utang kepada pemasok,” ujar Yosanova Savitry, Chief Operating Officer MarkPlus Institute seperti yang dikutip dari Majalah Marketeers Edisi September 2021.

Sederhananya, konsep ini menggambarkan kondisi ketika cash sudah di tangan bahkan sebelum pelanggan menggunakan barang dan jasa yang sudah dibayar di depan. Untuk mempercepat near cash, Yosanova pun membagikan lima taktik untuk mempercepat terjadinya near cash. Apa saja?

Berikut lima taktik mempercepat terjadinya near cash di era pandemi:

Berikan pelanggan jaminan rasa aman ketika membeli

Seringkali, banyaknya kebutuhan yang dipenuhi tidak diiringi dengan kemampuan membayar. Hal ini menyebabkan pelanggan merasa khawatir dan tidak yakin ketika memutuskan untuk bertransaksi. Di sinilah, pelaku bisnis berperan dalam mengambil hati pelanggan dengan menawarkan ambil alih risiko.

Adanya kebijakan masa garansi yang lebih panjang dan bahkan proses pengembalian barang tanpa syarat bisa menjadi pilihan. Walaupun taktik ini cenderung berisiko tinggi, namun tidak menutup kemungkinan pelaku bisnis dapat meraup cash di depan.

Incar Superconsumer untuk bayar lunas di depan

Pelanggan terbagi menjadi tiga segmen di masa krisis. Pertama, mereka yang mengejar harga murah dengan tidak memedulikan kualitas. Kedua, mereka yang masih percaya “ada harga ada barang”, ada kerelaan membayar asal mendapatkan kualitas sepadan. Ketiga, pelanggan yang paling menarik, mereka adalah superconsumer. Kualitas nomor satu adalah pertimbangan utama bagi segmen ini.

Tawaran promo yang sifatnya emosional, namun pantas sudah pasti mereka incar. Segmen ini tahu secara jelas apa yang diinginkan sehingga mereka dengan senang hati membayar lunas di awal. Pelaku bisnis dapat menerapkan taktik gift card dan subscription untuk memancing superconsumer ini.

Percepat peluncuran produk yang sudah di-pipeline

“Jangan tunda peluncuran produk baru Anda, bahkan untuk produk yang belum 100% final. Dalam masa sulit, loyalitas pelanggan mudah terombang-ambing. Seketika jika ada produk pesaing yang menjadi solusi, pelanggan akan segera pindah,” tegas Yosanova.

Ada dua manfaat dari melakukan taktik ini. Pertama, pelanggan punya alasan untuk menantikan produk Anda. Di saat kondisi penuh dengan frustrasi, energi positif seperti inovasi produk memberikan optimisme. Kedua, Anda bisa memprediksi seberapa besar antusiasme pelanggan terhadap produk baru Anda. Buatlah sistem pre-order, misalnya. Saat jumlah yang diproduksi mendekati permintaan pasar, maka terjadi penghematan inventori, utang pada pemasok, dan tentunya cash di muka.

Waktunya putus hubungan dengan sacred cow

Dalam bisnis, sacred cow adalah istilah yang mengacu pada pihak yang secara politik dihormati, namun sulit atau salah jika dikritisi. Dalam rantai pasok, hal lumrah jika terdapat sacred cow. Misalnya rekan bisnis yang tidak fair, namun tetap berelasi karena sudah terlanjur berbisnis dengan Anda berpuluh-puluh tahun.

Di saat kondisi baik-baik saja, mungkin Anda tidak punya alasan kuat untuk menghentikan kerja sama. Nah, saat masa sulit seperti inilah, Anda terlihat wajar jika memutus hubungan yang tidak menguntungkan. Tidak ada pilihan lain karena bisnis harus bertahan.

Tetap akuisisi pelanggan baru

Bukan alasan bagi pelaku bisnis untuk tidak mencari pelanggan baru di masa krisis. Mereka yang loyal seringkali menekan harga dan menunda pembayaran di saat sulit. Karena itu, Anda memerlukan wajah baru untuk bertahan. Walaupun taktik ini bisa digunakan oleh industri mana pun, akan lebih baik jika diterapkan di industri yang fokus menjual intellectual property, seperti software, pelatihan, dan jasa, dimana biaya marginal cenderung rendah.

Bisa dibilang, pelaku bisnis mana pun, baik yang berskala kecil ataupun besar, selalu bergerak berdasarkan cash. Seberapa besar profit tercatat dan seberapa besar aset Anda tidak akan berguna jika tidak likuid.

“Krisis mengharuskan pelaku usaha untuk mahir mengelola likuiditas bukan profitabilitas. “You can’t pay the bills with profits, only cash. You can’t pay employees with profits, only cash.” Inilah mengapa akhirnya cash-lah yang menyelamatkan pelaku bisnis dari masa sulit. Save the cash for the last,” tutup Yosanova.

Related