Luhut Minta Pendanaan Iklim Tak Bebani Negara Berkembang

marketeers article
Luhut dalam MSPS Expo 2023. (FOTO: Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi)

Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) meminta pendanaan untuk mengatasi permasalahan iklim tak membebani negara-negara berkembang. Hal ini disampaikan dalam acara Conference of The Parties 28 (COP 28) di Expo City Dubai, United Emirat Arab (UEA).

Luhut meminta dunia internasional untuk tidak melakukan pendekatan business as usual terkait pendanaan iklim. Sebab, dalam merealisasikan pembiayaan iklim kolaborasi sangat diperlukan agar bisa berjalan dengan baik.

BACA JUGA: Kejar Investasi Transisi Energi US$ 20 Miliar, Pemerintah Luncurkan JETP

Salah satunya terkait dengan perkembangan terbaru dari Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia. Adapun JETP merupakan sebuah kemitraan transisi energi bersih senilai US$ 20 miliar yang melibatkan Indonesia dan negara-negara yang tergabung dalam International Partners Group (IPG) yang terdiri dari Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Perancis, Norwegia, Italia, dan Inggris.

“Pendanaan iklim yang tersedia saat ini sebagian besar mengadopsi pendekatan business as usual yang menuntut pengembalian modal seperti biasanya, sehingga dapat membebani negara berkembang. Kita perlu menemukan cara yang lebih baik untuk memobilisasi dan berbagi teknologi dan modal, sehingga negara-negara berkembang dapat terus tumbuh dan berkembang,” kata Luhut melalui keterangannya, Senin (4/12/2023).

BACA JUGA: Kunjungi AS, Luhut Bahas Peluang Kerja Sama Mineral Kritis dan JETP

Sementara itu, Mari Elka Pangestu, Utusan Khusus Presiden dalam Global Blended Finance Alliance mengatakan JETP memberikan peluang untuk melakukan terobosan dalam pendanaan iklim. Dia menyebut JETP yang sukses harus bersifat katalis.

“Indonesia telah menunjukkan komitmen untuk menyediakan kerangka jalur transisi yang holistik, hal ini perlu diimbangi dengan pembiayaan yang sesuai dengan tujuan dan pendanaan dari IPG serta dari pihak swasta,” kata mantan Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan dan Kemitraan Bank Dunia tersebut.

Sementara itu, Bill Winters, Group Chief Executive Standard Chartered menjelaskan, pemerintah dan sektor keuangan harus bersatu untuk membantu dalam memfasilitasi aliran investasi ke pasar negara berkembang. Di sinilah institusi seperti Standard Chartered dapat berkontribusi dan memainkan peran yang sangat penting.

Standard Chartered bakal merancang bentuk-bentuk keuangan berkelanjutan yang baru dan inovatif. Selain itu, juga memberikan memberikan layanan konsultasi terkait dengan pendanaan iklim.

“Seperti halnya Indonesia, kami memiliki rencana ambisius untuk menjadi bank dengan emisi nol karbon pada tahun 2050, baik untuk operasional kami sendiri maupun emisi yang kami biayai. Artinya, rencana transisi kami sendiri bergantung kepada kemajuan berkelanjutan klien kami,” ujarnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related