Marketing Yourself for Gen Z

profile photo reporter Marthani
Marthani
09 Januari 2023
marketeers article
Ilustrasi Gen Z (Sumber: 123RF)

Oleh Marthani, COO Marketeers, Praktisi Penjualan

Generasi Z sedang menjadi bahan diskusi menarik oleh berbagai kalangan, dari akademisi hingga pemasar. Generasi ini punya banyak sebutan, seperti Post-Milennials, Homeland Generation, iGen, The Founders, dan Centennials. Ada pula sebutan Deltas yang berasal dari Professor GSM London Jonathan Wilson.

Ada berbagai batasan dalam menentukan periode kelahiran generasi ini. Akhirnya, Marketeers mengambil periode yang paling tengah, yakni antara tahun 1997 hingga 2015. Artinya, tahun ini usia tertua dari generasi ini adalah 24 tahun.

Mengacu pada tahun lahir tersebut, tidak salah jika generasi ini juga layak disebut dengan digital natives.  Mereka nyaman berinteraksi melalui media sosial. Gen Z merupakan para generasi yang menghargai karya seni dan juga adaptif pada era normal salah satu karakteristik  yang diidentifikasi para pemasar adalah kecenderungan Gen Z sebagai generasi yang tak loyal, namun royal.

Managing Director Technology Consulting Lead Accenture Indonesia Leonard Nugroho mengatakan generasi ini cenderung berupaya mengejar apa yang mereka mau. Dalam dunia kerja, Gen Z sering dianggap sebagai kelompok yang tidak loyal karena sering berpindah kerja dalam waktu relatif singkat. Hal ini lantaran mereka ingin menggapai apa yang mereka inginkan.

Pada saat pandemi ini, banyak dari anak muda yang mengalami tingkat stres lebih tinggi. Stres tersebut dikarenakan di usia ketika sedang aktif mengejar mimpi, namun kondisi sedang terbatas. Termasuk, pada Gen Z yang baru lulus atau fresh graduate, namun susah mencari pekerjaan.

Khoon Tee Tan, Senior Partner McKinsey & Company Indonesia menyatakan ada tiga faktor  untuk mendorong ekonomi Indonesia kembali seperti sebelum pandemi. Bahkan, bisa menempatkan negara ini menjadi ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030. Ketiganya adalah ketahanan (resiliance), kreativitas (creativity), dan faktor pendukung (enabling). “Pemerintah harus memastikan keterampilan apa yang dibutuhkan di masa depan untuk sumber daya manusia (SDM) di dalam negeri,” ungkapnya, seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Menyusun Strategi Marketing Yourself

Terkait kondisi generasi saat ini, konsep 4C- Diamond, TOWS, dan PDB yang biasa digunakan untuk menganalisis business landscape dalam penyusunan strategi marketing dapat diaplikasikan untuk menyusun strategi marketing yourself.

Ada berbagai keuntungan bagi Gen Z ketika menerapkan dengan framework 4C-Diamond, TOWS, dan PDB. Pertama seorang Gen Z, dapat mengetahui apa saja perubahan yang terjadi di sekitarnya. Kedua, Gen Z dapat mengetahui ancaman (thread) dan peluang (opportunity) yang merupakan external factor. Ketiga,  mengenali kelemahan (Weakness) dan kekuatan (Strength) yang merupakan internal factor.

Terakhir,  seorang Gen Z dapat menyusun strategi bagaimana membawa diri dalam konteks yang tepat serta lebih siap dalam menempatkan diri di dunia kerja maupun di masyarakat serta lebih fokus dalam mengejar impian.

Tahapan awal dari penyusunan strategi marketing adalah mengetahui faktor eksternal dan internal. Namun, dalam hal ini saat memutuskan mencari pekerjaan. Analisis yang pertama adalah 4C-Diamond yang terdiri Change, Customer, Competitor, Company.

Gen Z dapat menganalisis perubahan apa saja yang terjadi di lingkungan sekitar atau industri yang diminati. Change terdiri dari value migrator yang terdiri dari perubahan teknologi, perubahan politik-legal, perubahan ekonomi baik secara makro dan mikro, socio-culture dan market.

Perubahan ini dapat membantu Gen Z untuk mengetahui knowledge dan skill apa yang cocok, demand seperti apa yang dibutuhkan di dunia kerja, dan lainnya. Selanjutnya, adalah analisis siapa calon pelanggan (customer). Pelanggan yang dimaksud adalah calon perusahaan tempat di mana Gen Z akan bekerja dan calon internal customer (rekan kerja).

Berikutnya adalah analisis siapa pesaing (competitor) baik sesama Gen Z yang memiliki latar belakang pendidikan dan ketrampilan yang sama atau yang berbeda, namun bisa menjadi potential competitor.

Mengetahui pesaing sama pentingnya dengan mengenali pelanggan karena di situlah letak keseimbangan analisis. Setelah mengetahui perubahan di sekitar, siapa calon pelanggan dan pesaing, berikutnya apa saja yang harus dipersiapkan dalam menghadapi perubahan itu. Inilah  tahapan mengenal diri sendiri atau company.

Analisis TOWS

Untuk menjawab 4C-Diamond, Gen Z haruslah membuat analisis yang berikutnya, yakni TOWS (threat, opportunity, weakness, strength). Dalam analisis TOWS ini, Gen Z diajak untuk melihat dari dua sisi yang berbeda, sama seperti mata uang, setiap kelebihan ada kelemahan, begitu juga setiap ancaman ada peluang.

Dua faktor yang pertama adalah threat dan opportunity yang merupakan uncontrollable factor karena berupa external factor. Sedangkan dua faktor yang berikutnya adalah weakness dan strength adalah controllable factor yang merupakan internal factor.

Buatlah analisis berdasarkan matrik yang terdiri dari 4 variable TOWS. Tulislah di setiap matrik tersebut setiap ancaman yang berpotensi menjadi halangan untuk maju. Lalu, peluang apa saja yang bisa saja timbul dari ancaman tersebut. Buatlah daftar dari kelemahan baik dari pengetahuan, ketrampilan yang nantinya akan perlu kita terima, antisipasi dan upgrade.

Pada setiap kelemahan, pastilah timbul kekuatan, buatlah daftar kekuatan tersebut. Daftar kekuatan yang ada pada diri akan menentukan langkah berikutnya dalam menyusun positioning, differentiation dan personal brand. Sebagai contoh, threat dengan adanya digitalisasi yang menuntut Gen Z untuk lebih melek teknologi. Opportunity-nya adalah adanya peluang untuk meningkatkan kualitas diri yang lebih tinggi dengan adanya keterbukaan informasi yang luas dan mudah.

Langkah yang ketiga adalah menyusun positioning, differentiation, brand (PDB). Setelah mengetahui perubahan yang terjadi dan mengetahui sumber daya yang dimiliki, maka langkah berikutnya adalah menyusun strategi yang diawali menentukan positioning diri.

Dikutip dari buku Marketing Basic oleh MarkPlus Institute, positioning digunakan untuk memosisikan diri di benak pelanggan dengan membangun kepercayaan, keyakinan dan kompetensi bagi pelanggan yang terkait dengan bagaimana menciptakan being di dalam benak pelanggan dan membimbing mereka dengan kredibilitas. Jadi bisa disimpulkan, positioning adalah bagaimana seorang Gen Z ingin dipersepsikan, sebagai apa dan siapa di benak pelanggan dan masyarakat secara luas.

Differentiation merupakan elemen kedua yang terdiri dari konten, konteks, dan infrastruktur.  Pada sisi konten adalah apa saja yang akan ditawarkan sebagai pribadi untuk menarik calon pelanggan (perusahaan) yang akan merekrut. Konteks adalah bagian kedua dari diferensiasi yang mencakup bagaimana cara menawarkan kepada calon pelanggan.

Lalu, infrastruktur adalah elemen yang akan mengombinasikan konten dan konteks. Langkah terakhir adalah menentukan brand, tentukanlah brand integrity, brand image, dan brand identity yang ingin dibentuk oleh Gen Z.

PDB dari Sosok Marketeers of The Year 2016

Sosok yang lekat dalam ingatan dan memiliki PDB sangat kuat adalah almarhum Bapak Ahmad Bambang, peraih penghargaan Marketeers of The Year 2016 yang meninggal pada 10 Mei 2021. Saat meraih penghargaan tersebut, ia adalah Direktur Marketing PT Pertamina (Persero).

Sebagai tim dari MarkPlus, Inc., saya mendapat kesempatan bekerja sama dengan beliau sejak tahun 2016. Dalam berbagai kesempatan Pak AB, begitu ia akrab disapa, merupakan sosok yang mampu membangun PDB dan implementasi Ikigai secara apik. Pak AB mampu mengorkestrasikan berbagai elemen yang beliau pimpin secara apik.

Secara personal, Pak AB memiliki positioning seorang pemasar sejati. Ia juga memiliki gaya khas dan humoris serta selalu berusaha dekat dengan pelanggan internal dan eksternal. Beliau juga selalu berusaha mengerti anxiety dan desire pelanggan dan punya network sangat luas dari berbagai elemen masyarakat.

Untuk differentiation, beliau adalah seorang visioner berjiwa CI-EL alias memiliki creativity, innovation, entrepreneurship, dan leadership yang kuat. Pak AB selalu mempunyai konsep untuk setiap rencana strategi dan mengawal implementasi sebuah pekerjaan yang mana fase implementasi merupakan 95% porsi penting yang menentukan berhasil atau tidaknya sebuah rencana.

Sosok ini juga sangat jelas dalam mengimplementasikan konsep Ikigai yang ditulis oleh  Akihiro Hasegawa dalam kesehariannya. Inti dari konsep tersebut adalah melakukan self-evaluation melalui beberapa pertanyaan,  seperti apa yang saya sukai? Apa yang bisa saya lakukan dengan baik? Apakah kemampuan saya itu layak mendapat bayaran? Apa yang dibutuhkan dunia dari saya?

Tidak cukup dengan berbuat,  Pak Ahmad Bambang juga mendokumentasikan pemikirannya dalam sebuah buku berjudul d’Gill Marketing: Think Like There is No Box! yang diterbitkan oleh penerbit Gramedia. Buku ini berisi pemikiran dan pengalamannya di Pertamina. Lewat buku ini, pembaca diajak untuk berkreasi seluas mungkin dan tak lelah menggali ide-ide dan terobosan gila, sehingga tercipta inovasi baru.

Sukses dengan buku pertama, Ahmad Bambang meluncurkan sekuel kedua, saat ia bekerja di Kementerian BUMN. Secara khusus, buku kedua ini ditujukan kepada pengelola BUMN. Buku ini berjudul Marketing Platform for BUMN: d’Gil Marketing II yang juga diterbitkan oleh Gramedia pada tahun 2017. Baginya, agar tetap eksis di masa depan, BUMN harus berpikir secara CRAZY. CRAZY yang merupakan akronim dari Combining, Reducing, Adventuring, Zooming, dan Yoyo-ing.

Singkatnya, positioning dan differentiation yang kuat menghasilkan personal brand Ahmad Bambang dengan equity yang sangat tinggi. Sehingga, pada akhirnya menghasilkan brand loyalty dan brand advocacy yang tak akan lekang oleh waktu.

Tulisan ini saya tutup dengan kutipan dari Chris Ducker. “Your personal brand is what people say about you when you are not in the room–remember that. And more importantly, let’s discover why!” 

Jadi, apakah Anda sudah siap to market yourself?

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related