Masyarakat Jadi Kunci Pembangunan Desa Wisata Berkelanjutan

marketeers article
BALI ISLAND, INDONESIA JUNE 28, 2015: Beautiful woman dressed in colorful sarong Balinese style female dancer costume, dancing traditional temple dance Legong at Bali Art and Culture Festival show

Mengkonversi desa-desa di Indonesia menjadi desa wisata sedang menjadi perhatian Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Terhitung per 23 September 2021, sudah ada 1.841 desa wisata yang terdaftar di Kemenparekraf melalui platform Jejaring Desa Wisata (jadesta.com). Jumlah ini pun terus ditambah melalui berbagai program.

Dalam mengembangkan desa wisata, elemen utama dan terpenting yang harus diperhatikan sebuah daerah adalah sumber daya manusia atau masyarakat di sana. Dengan masyarakat yang solid dan teredukasi, bukan tidak mungkin sebuah desa wisata dapat membangun pariwisata berkelanjutan.

“Bagi kami untuk membangun pariwisata berkelanjutan, manusia sebagai potensi utama pariwissata. Community based tourism adalah kunci. Sementara alam dan budaya menjadi aset dan anugrah dari Tuhan yang harus dijaga dan dilestarikan,” ujar Usman, Ketua Pokdarwis Desa Wisata Bonjeruk, Lombok, Nusa Tenggara Barat pada acara virtual The 2nd Planet Tourism Indonesia 2021, “Beyond Recovery, Towards Sustainability,” Kamis (23/09/2021).

Sebab itu pula, sebuah daerah tanpa adanya kekayaan alam baik itu gunung, pantai, atau sungai yang dijadikan daya tarik, tidak perlu putus asa. Peluang untuk membangun desa wisata yang tangguh masih tetap ada.

Seluruh masyarakat bisa menjadikan kearifan lokal sebagai nilai jual di sebuah desa wisata. Terlebih, mempertahankan kearifan lokal, melestarikan alam, dan budaya bisa dilakukan oleh orang-orang di dalam desa.

“Saya setuju jika dalam upaya ini kita tidak sedang membangun objek wisata tapi membangun sustainable tourism,” lanjut Usman.

Senada dengan Usman, I Nengah Moneng dari Desa Wisata Panglipuran, Bali memosisikan masyarakat sebagai subjek dan pemilik desa. Seperti di Desa Wisata Panglipuran. Awal dibangun, masyarkat adat membangun desa konservasi untuk budaya dan alam di sana. Lalu seiring munculnya potensi pariwisata, desa ini dijadikan objek wisata tradisional dan berkembang lagi menjadi desa wisata berkelanjutan.

“Untuk membangun sustainable tourism dibutuhkan komitmen dari seluruh masyarakat. Mereka pun diberi bekal pendidikan dan pelatihan hingga bisa melayani bahkan melahirkan produk wisata,” ujar I Nengah Moneng.

Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021

Dalam rangka membantu pengembangan desa wisata, Kemenparekraf juga menggelar program Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021. Program ini menjadi salah satu strategi pemerintah dalam mengembangkan destinasi pariwisata. Tujuannya adalah membentuk destinasi yang berkualitas , resilient, dan berkelanjutan.

“Program ADWI 2021 diharapkan dapat mewujudkan visi ‘Indonesia sebagai negara tujuan pariwisata berkelas dunia, berdaya saing, berkelanjutan, dan mampu mendorong pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat’,” ujar Endah Ruswanti, Subkoordinator Pengelolaan Pengunjung, Atraksi, Fasilitas, Direktorat Tata Kelola Destinasi Kemenparekraf.

Endah mengatakan bahwa para peserta ADWI akan dinilai berdasarkan tujuh kategori, yakni homestay, toilet, suvenir, desa digital, CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environment Sustainability), konten kreatif, dan daya tarik wisata. Semua kategori ini dibangun berdasarkan empat pilar utama, yaitu pengelolaan atau manajemen, sosial budaya, ekonomi, dan pelestarian lingkungan.

Pelaksanaan ADWI telah dimulai sejak 30 April 2021. Hingga kini sudah memasuki fase kunjungan 50 desa dari Menteri Parekraf dan dua juri. Puncaknya, ADWI 2021 akan menggelar malam final pada 7 Desember 2021.

Related