Dalam dunia pemasaran, menciptakan iklan yang tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga mampu mendorong pembelian adalah tantangan besar.
Menurut Ignatius Untung, seorang Praktisi Marketing dan Behavioral Science, memahami bagaimana otak manusia memproses informasi, adalah kunci utama dalam menciptakan iklan yang persuasif.
BACA JUGA: 7 Faktor yang Mendorong Keputusan Pembelian Konsumen Modern
“Iklan yang baik harus relevan bagi audiensnya. Jika tidak, pesan yang kita sampaikan akan berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejak,” ujar Untung dalam Program Market Think 138, Marketeers TV.
Menurutnya, relevansi adalah pintu pertama yang harus dilewati, agar pesan dalam iklan bisa diterima oleh konsumen. Relevansi ini tidak hanya terkait dengan konten iklan, tetapi juga cara pesan tersebut disampaikan.
Untung menjelaskan framing pesan dalam sebuah iklan, memainkan peran penting dalam menciptakan koneksi dengan audiens.
“Pesan yang sama, jika di-framing dengan cara yang tepat, bisa menjadi sangat relevan bagi audiens. Sebaliknya, framing yang salah hanya akan membuat pesan kita diabaikan,” ujarnya.
Tahap berikutnya adalah membangun familiarity atau rasa akrab terhadap brand. Proses ini membutuhkan waktu dan konsistensi.
Iklan yang muncul secara konsisten dengan pesan, tampilan, dan gaya komunikasi yang sama akan lebih mudah diingat oleh konsumen.
“Semakin sering kita melihat sesuatu yang konsisten, semakin rendah mekanisme pertahanan kita terhadap hal tersebut. Familiarity menurunkan defense mechanism konsumen, sehingga mereka lebih terbuka terhadap pesan kita,” ucap Untung.
Selain relevansi dan familiarity, iklan yang efektif juga harus mampu menyentuh sisi emosional audiens. Untung menekankan banyak keputusan pembelian sebenarnya didorong oleh emosi, meskipun konsumen sering kali mencoba merasionalisasikannya.
“Misalnya, membeli mobil mewah seringkali tidak masuk akal secara logis. Namun, emosi seperti rasa bangga atau kebutuhan akan pengakuan sering menjadi pendorong utama keputusan tersebut,” ujarnya.
Emosi yang ditangkap oleh konsumen bisa berasal dari berbagai elemen, seperti desain iklan, intonasi narasi, atau bahkan musik yang digunakan. Sebab itu, elemen-elemen tersebut harus dirancang dengan cermat untuk menciptakan kesan yang tepat.
Tahap terakhir adalah memberikan konsumen alasan logis untuk mendukung keputusan yang telah didorong oleh emosi. Hal ini penting untuk produk high involvement, seperti barang elektronik atau alat berat, di mana pembeli cenderung mencari pembenaran logis sebelum mengambil keputusan.
“Kita perlu menyediakan bahan bagi konsumen untuk merasionalisasikan keputusan mereka. Hal ini bisa berupa spesifikasi produk, garansi, atau alasan lain yang tampak logis meskipun keputusan awalnya didasarkan pada emosi,” ucap Untung.
Kesimpulannya, menciptakan iklan yang persuasif memerlukan pemahaman mendalam tentang bagaimana manusia berpikir dan membuat keputusan. Mulai dari membangun relevansi, menciptakan familiarity, menyentuh sisi emosional, hingga menyediakan alasan rasional, semua elemen ini harus dirancang dengan hati-hati.
BACA JUGA: Bukalapak: Micro dan Nano Influencer Paling Memengaruhi Keputusan Pembelian
“Tugas kita sebagai pemasar bukan hanya mengkomunikasikan, tetapi juga mempersuasi. Untuk itu, kita harus benar-benar memahami bagaimana manusia memproses informasi,” tutur Untung.
Dengan pendekatan ini, iklan bukan hanya menjadi media penyampaian informasi, tetapi juga alat yang mampu memengaruhi dan mendorong pembelian.
Editor: Ranto Rajagukguk