Mengapa Entrepreneur Perlu Miliki Pola Pikir Melayani?

marketeers article

Produk berkualitas bukan lagi jaminan bagi brand untuk merebut hati konsumen. Kini, konsumen memiliki ekspektasi lebih dari sekadar kualitas produk. Sejumlah survei menemukan, konsumen cenderung memilih brand yang memberikan dampak positif bagi sekitar. Entrepreneur pun menjadi sosok penting yang mencerminkan praktik brand di mata konsumen.

Shao Xiaofeng, General Secretary of Alibaba Group berpendapat, seorang entrepreneur tidak boleh hanya memperhatikan pengembangan bisnis, melainkan juga bagaimana mereka bisa menawarkan dampak positif bagi masyarakat luas. Pola pikir (mindset) melayani sekitar pun harus dimiliki oleh seorang entrepreneur.

Pasalnya, konsumen saat ini cenderung memilih brand dan produk dengan citra yang sejalan dengan nilai-nilai personal mereka.

Hasil survei WWF Indonesia dan Nielsen pada 2017 menemukan, 63% konsumen Indonesia bersedia membeli produk ramah lingkungan, walaupun dengan harga lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena konsumen merasa bertanggung jawab atas dampak konsumsi sehari-hari (61%), dan ingin berkontribusi dalam melestarikan lingkungan (52%). 

“Saya percaya manusia memiliki dua tingkat kebutuhan, yang satu adalah kebutuhan material untuk bertahan hidup, yang lain adalah kebutuhan spiritual. Setiap manusia memiliki keinginan untuk dikenal sebagai orang yang berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat,” ungkap Shao dalam laman resmi Alibaba, beberapa waktu lalu.

Untuk itu, ketika menetapkan visi dan misi, sebuah perusahaan harus meletakkan aspirasi dan mindset untuk melayani masyarakat. Jika hanya berorientasi pada profit, maka perusahaan tersebut tidak akan bisa bertahan lama. 

Mengejar peluang profit semata-mata tidak lagi cukup untuk pelaku usaha, bahkan sekelas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UKM) sekali pun. Para entrepreneur harus mulai memikirkan bagaimana mereka bisa memberikan nilai lebih bagi konsumen. 

Jika usaha tersebut berkembang menjadi perusahaan, maka tanggung jawabnya pun akan semakin bertambah. Perusahaan tetap harus mematuhi hukum dan etika yang berlaku. Namun, hal ini saja tidak cukup. Di saat yang sama, perusahaan juga harus memikirkan tentang dampak positif yang mereka tawarkan kepada masyarakat luas.

Ada hal-hal non-etis yang tidak mungkin bisa dilakukan, bahkan walaupun hal tersebut mungkin legal dan bisa menghasilkan profit. Sebagai contoh, membayar karyawan magang dengan upah rendah mungkin tidak melanggar regulasi apapun. Namun, citra perusahaan bisa tercoreng karena dipandang sebagai institusi yang tamak.

Ketika bisnis yang dikembangkan telah sukses dan memiliki pengaruh besar, maka entrepreneur bisnis tersebut berperan sebagai aktor pembangunan.  Keputusan yang diambil bukan dinilai hanya dari sisi legal atau tidaknya.

Di area abu-abu yang tidak diregulasi oleh hukum, perusahaan harus memiliki peraturan interna, untuk tetap menciptakan nilai positif bagi industri dan masyarakat. Keputusan ini bisa diambil berdasarkan visi dan misi yang dimiliki perusahaan. 

Memandang perusahaan dari sudut pandang konsumen dan pemerintah

Untuk memiliki visi dan misi yang tepat, seorang entrepreneur harus bisa mempertemukan antara kebutuhan konsumen dan pemerintah dengan pengembangan bisnis perusahaan. Dengan begitu, banyak isu-isu sosial yang bisa diselesaikan dalam perjalanannya. Sebaliknya, jika hanya berfokus pada profit dan mengalahkan kompetitor, maka banyak hal-hal di sekitar perusahaan yang akan terbengkalai.

Mengambil contoh pada 2006, target Jack Ma dalam memulai e-commerce Taobao semula adalah untuk membuka satu juta kesempatan kerja. Jack Ma benar-benar ingin menyelesaikan tingginya angka pengangguran yang menjadi masalah sosial. 

Tokopedia juga memiliki misi untuk mencapai pemerataan ekonomi secara digital. Dalam prosesnya, Tokopedia berhasil menciptakan 2.99 juta lapangan kerja atau 10,3% dari total lapangan kerja di Indonesia pada tahun 2018. Platform ini juga berhasil menjangkau 97% kecamatan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.  

“Saya percaya bahwa entrepreneur zaman sekarang juga mempunyai tanggung jawab besar untuk berkontribusi pada masyarakat. Para entrepreneur harus mau bekerja bersama pemerintah dan kalangan akademis, untuk bisa mempelajari dan memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan sosial,” ujar Shao. 

Tidak hanya itu, entrepreneur juga harus berkomitmen untuk menyelesaikan masalah yang timbul dari model bisnis yang dimiliki.

“Hanya dengan cara inilah, kita bersama-sama bisa mewujudkan kemajuan dan peradaban bisnis yang lebih baik,” tutup Shao.

Related