Mengapa Kita Perlu Memasarkan Diri?

marketeers article

ADA SEORANG karib pekicau yang menyarankan untuk mengisi biografi di Twitter dengan sebaik-baiknya. Kolom ini, kata dia, menjadi kolom promosi bagi diri kita sendiri. Menurut saya, saran ini ada benarnya. Sebelum saya mengikuti orang di Twitter—terutama yang belum saya kenal—saya selalu melihat catatan di kolom biografinya. Tak jarang, saya juga menengok blog personalnya yang alamatnya ia cantumkan di sana. Kalau menarik dan ada harapan saya bisa mendapatkan sesuatu informasi menarik darinya, saya akan follow maupun follow balik.

Kolom biografi di Twitter maupun blog pribadi adalah salah dua dari banyak media bagi kita untuk memasarkan siapa diri kita sebenarnya. Sebab itu, bagi yang serius dengan ini, pasti akan menggunakan akun asli. Tapi, pertanyaannya, mengapa kita perlu memasarkan diri kita sendiri?

Nah, dalam bukunya berjudul “Marketing Yourself” (MarkPlus: 2004), Hermawan Kartajaya dengan lugas memaparkan hal tersebut. Secara tegas, marketing bagi diri sendiri itu penting. Ada beberapa keprihatinan yang diulas dalam buku itu. Banyak orang memiliki segudang prestasi, tapi tidak bisa menuai kesuksesan dari prestasinya itu. Contoh lain, banyak orang sudah sukses, tapi berhenti di status quo. Padahal dia bisa mendongkrak kesuksesan yang lebih tinggi lagi. Paling pahit, ada orang yang mempunyai talenta unik, tapi ia tidak dipakai di perusahaannya sesuai dengan talentannya itu. Penyebabnya tak lain perusahaan dan orang lain tidak tahu dia mempunyai kemampuan tersebut.

“Mereka tidak berpikir secara marketing. Mereka tidak berpikir secara strategis mengenai dirinya sendiri dan potensi yang dimilikinya. Mereka tidak menyikapi namanya sebagai sebuah merek!” kata Hermawan Kartajaya dalam bukunya.

Saya sepakat soal nama ini. Dulu, Shakespeare bilang “What is in a name?”—apalah arti sebuah nama. Di sini, nama ada artinya karena nama itu ibarat merek sebuah produk. Nama kita adalah merek kita sendiri. Sebab itu, kita perlu memasarkan merek itu—khususnya sumberdaya, talenta yang kita miliki kepada orang atau pihak lain yang menjadi target pasar maupun stakeholder kita. Agar bisa sukses dipasarkan, sumberdaya dan talenta tadi kita olah agar mendatangkan nilai bagi stakeholder.

Dalam teori manajemen, seperti ditulis Hermawan, sumberdaya perusahaan harus dikembangkan menjadi core competence, lalu dikembangkan lagi menjadi keunggulan bersaing perusahaan. Demikian juga dengan diri kita. Kita perlu mentransformasi talenta dan sumberdaya kita menjadi core competence yang akhirnya menjadi keunggulan bersaing kita.

Untuk itu, Hermawan Kartajaya menyarankan kita perlu membangun apa yang namanya PDB—positioning, diferensiasi, dan brand. Rumusan ini biasa digambar dalam ikon segitiga.

Positioning di sini mau menandaskan bagaimana kita mampu secara tepat memposisikan diri di benak orang lain yang menjadi “pelanggan” dan “target pasar” kita. Tujuannya, agar diri kita memiliki identitas yang jelas di benak pelanggan. Positioning ini merupakan janji kita pada pelanggan.

Agar posisi kita kuat, kita perlu mendukungnya dengan diferensiasi yang kita punyai. Faktor inilah yang membedakan kita dengan orang lain yang bisa menjadi “kompetitor” kita. Logikanya, diferensiasi yang kuat akan menghasilkan brand integrity yang kuat. Sementara, brand integrity yang kuat akan menghasilkan brand image yang kuat pula. Pada akhirnya, brand image yang kuat akan menguatkan positioning kita. Bila ini terjadi akan tercipta penguatan secara kontinu.

Kita bisa melihat unsur-unsur tadi dari sosok-sosok di sekitar kita, entah selebriti, pakar, artis, maupun keluarga dan teman di kantor sendiri atau bahkan diri kita sendiri. Sayang sekali, talenta dan sumberdaya ini, kalau tidak kita memasarkannya sedemikian rupa. Toh, menjadi manusia yang penuh adalah ketika ia mampu berbuah banyak. Marketing menjadi salah satu jalan ke sana.

Sekarang, kita bisa merumuskan apa yang menjadi PDB dari kita sendiri. Lalu, bagaimana cara kita memasarkannya ke para stakeholders dan target pasar? Akan saya ulas dalam catatan yang lain.

NB: Tulisan ini bersambung ke artikel “Sembilan Tahap Memasarkan Diri.”

*Ilustrasi diambil dari

http://executiveresumebranding.com

~ Twitter: @sigit_kurniawan ~

Related