Mengapa Tahun 2015 Jadi Titik Terendah Properti Nasional?

marketeers article
Jatuhnya pasar properti tahun 2015 sudah pernah diprediksi oleh pengamat properti nasional Ali Tranghanda. Ketua Indonesia Property Watch (IPW) itu mengaku, sejak tahun 2013, pihaknya telah menyatakan pasar properti akan berada di titik terendah pada tahun 2015.
 
Pada tahun 2009, memang terjadi pelemahan pasar properti. Hal ini disebabkan oleh isu-isu eksternal seperti Krisis Eropa yang membuat shock pasar Indonesia. “Padahal, tidak ada hubungannya sama mortgage. Jadi, lemah karena psikologis konsumen terganggu,” tuturnya dalam forum Mandiri Property Outlook 2016, di Shangri-La Hotel, Jakarta, Senin (7/12/2015).
 
Setelah tahun 2009, Ali bilang, terjadi percepatan pembangunan properti hingga menuju booming properti nasional. Tahun 2012-2013 disebut menjadi titik tertinggi pertumbuhan properti.
 
“Tahun 2012, Indonesia kurang waspada. Jadi, jika tahun 2015 menjadi titik terendah properti, harusnya bersyukur. Di situlah, terjadi relaksasi. Kalau properti naik terus, bahaya juga. Siapa yang mau beli?” pungkasnya.
 
Ali menjelaskan, penurunan properti, khususnya properti primer terjadi sejak Q1 2014 yang turun 60%. Kendati pada Q1 2015 kembali tumbuh 60% lantaran banyaknya pengembang meluncurkan produk baru, namun pada Q3 2015 malah anjlok 50%.
 
Secara triwulan, semua segmen mengalami penurunan. Segmen menengah dan atas masih anjlok, masing-masing -36,9% (yoy) dan -31,8% (yoy), sehingga secara rata-rata masih terjadi penurunan -19,4% (yoy)
 
“Nilai penjualan Jabodebek-Banten sebesar Rp 1,1 Triliun, turun -51,7% quarter-to-quarter atau merosot 19,4% year-on-year,” paparnya.
 
Ali juga menyoroti isu pajak barang mewah yang membuat aksi wait & see pembelian properti bagi kelas menengah atas. Begitu juga dengan aturan Loan To Value (LTV) PBI 2015 mengenai aturan jaminan, yang memberatkan pengembang menengah sampai bawah
 
Imbasnya, penundaan pembelian juga terjadi pada segmen menengah hingga bawah. “Jadi, mereka ikut-ikutan. Daya beli ada, tapi mereka takut akan pemberitaan yang ada di media massa,” tuturnya.
 
Lalu, beberapa wilayah, seperti Pantai Indah Kapuk dan Gading Serpong, terindikasi adanya koreksi harga pasar dan over value. Sehingga membutuhkan waktu untuk mencapai fase baru siklus properti.
 
“Saat mereka beli, harganya sudah kemahalan. Jadi, ketika mereka jual saat ini, ya sulit. Malah, orang berharap diskon. Jadi mereka harus sabar. Ini bukan krisis, tapi hanya siklus properti,” tutur Ali.
 
Editor: Sigit Kurniawan 

Related