Mengenal Standar Penggunaan APAR untuk Keselamatan Kendaraan

marketeers article

Menyematkan alat pemadam api ringan (APAR) kian banyak dilakukan oleh para merek kendaraan. Bukan hanya kendaraan barang tapi juga mulai dilakukan oleh produsen kendaraan penumpang.

Bahasan mengenai APAR di dalam kendaraan ini yang menjadi bahasan di sebuah seminar bertajuk “Hak-Hak Konsumen dan Kelengkapan Keselamatan Kendaraan” yang digelar oleh Forum Wartawan Otomotif Indonesia (Forwot).

Pada kesempatan itu, Ahmad Wildan, Senior Investigator dari KNKT mengatakan bahwa, standar keselamatan kendaraan yang diatur didalam PM 74 Tahun 2021 adalah standar minimal yang harus dipenuhi baik itu kendaraan baru maupun kendaraan lama.

“Sebagai contoh, kewajiban memasang RUP (rear underrun protection) dan APC (alat pemantul cahaya) itu berlaku untuk semua kendaraan barang tertentu yang diatur dalam regulasi ini baik itu kendaraan baru maupun lama. Termasuk juga masalah APAR,” ujar Ahmad Wildan dalam laporannya.

BACA JUGA: 4 Tips Memilih Perabot Minimalis Buat Apartemen Studio Biar Tak Sempit

Semua APAR yang ada di dalam kendaraan baik baru maupun lama harus mengacu kepada standar keselamatan minimal yang diatur dalam regulasi.

Beberapa standar yang diatur, di antaranya adalah tidak mengandung bahan beracun, mampu memadamkan sekurang kurangnya tiga jenis kebakaran, yaitu A, B dan C. Selain itu, APAR harus memiliki masa kedaluwarsa tanpa pemeliharaan sekurang kurangnya 8 tahun.

Artinya, penggunaan APAR saat ini yang hanya bisa untuk memadamkan jenis kebakaran B dan C atau memiliki masa kedaluwarsa tanpa pemeliharaan kurang dari 8 tahun sudah tidak lagi memenuhi standar keselamatan minimal kendaraan dan harus segera dilakukan penggantian.

Demikian halnya untuk kendaraan baru, setiap unit yang diserahkan kepada konsumen harus memenuhi ketentuan yang diatur di dalam regulasi ini.

BACA JUGA: Honda CR-V Raih Rating Keselamatan Tertinggi dari ASEAN NCAP

Pihak produsen berkewajiban untuk menyediakan APAR dengan spesifikasi minimum yang telah ditetapkan, menyertakan petunjuk penggunaan dan informasi yang tepat dan mudah dipahami oleh pengguna kendaraan (KISS/keep it simple and stupid).

Diharapkan pihak YLKI dapat berperan serta termasuk dalam hal pengawasan. Pasalnya, hal ini sangat terkait erat dengan hak-hak konsumen terhadap keselamatan.

Sementara itu mengingat keselamatan adalah hak konsumen yang paling hakiki, dalam kasus kendaraan yang sudah terlanjur dijual ke masyarakat namun standar keselamatannya belum sesuai dengan regulasi yang terbaru, maka pihak produsen otomotif seharusnya melakukan penggantian part sesuai dengan standar keselamatan yang baru atau istilah bakunya melakukan recall.

Khusus mengenai APAR yang digunakan di dalam mobil, yang memenuhi aturan masa kedaluwarsa delapan tahun dan tidak memerlukan perawatan khusus, adalah APAR yang tidak bertekanan.

Namun, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 74 Tahun 2021 itu memang tidak secara jelas menyinggung bahwa APAR yang bisa digunakan untuk kendaraan bermotor itu bertekanan atau tidak, sehingga hampir semua Agen Pemegang Merek (APM) menggunakan APAR yang bertekanan.

Pertanyaannya adalah, apakah APAR yang bertekanan itu memenuhi aturan masa kedaluwarsa delapan tahun dan juga tidak memerlukan perawatan khusus? Jika mengacu kepada Standar Nasional Indonesia (SNI) bahwa APAR bertekanan itu, tabungnya harus diperiksa atau diganti setelah tahun.

Selain itu, isi tabungnya (materi untuk memadamkan api) harus diganti setiap tahun, dan diperiksa setiap enam bulan. Artinya, APAR bertekanan tidak memenuhi standar yang sudah diatur.

Itu sebabnya, pada 7 November 2022, Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, mengeluarkan surat susulan untuk melengkapi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 74 Tahun 2021. Isinya menekankan bahwa APAR untuk digunakan pada kendaraan umum adalah APAR yang tidak bertekanan.

“Akan tetapi, hIngga kini masih ada kendaraan bermotor yang menggunakan APAR yang bertekanan.  Padahal membawa APAR bertekanan di dalam mobil itu berbahaya, terutama jika APAR bertekanan itu tidak secara berkala diperiksa,” tutup Ahmad Wildan.

Related