Mengenal Sulianti Saroso, Dokter Perempuan yang Diakui Google dan WHO

marketeers article
Google Doodle Prof. Dr. Sulianti Saroso. (FOTO: Google)

Hari ini adalah hari kelahiran Prof. Dr. Sulianti Saroso, MPH, PhD. Peranya sebagai perempuan yang berpengaruh dan diakui oleh World Health Organization (WHO) pun membuat Google merasa Sulianti Saroso pantas untuk dikenang lewat Google Doodle hari ini.

Dikutip dari Indonesia.go.id, nama dokter kelahiran Bali tahun 1917 ini sempat kembali mencuat saat pandemi COVID-19 pertama kali menerpa. Karena, ia selain dikenal lewat gagasan keluarga berencana (KB), ia juga pakar dalam pencegahan dan pengendalian penyakit menular.

Itulah mengapa nama peneliti dan perancang kebijakan kesehatan yang tidak tertarik menjadi dokter praktek itu disematkan pada Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI), yang dibangun secara representatif di kawasan Sunter, Jakarta Utara.

BACA JUGA: BPOM dan Dokter Anak Pastikan Sirop Obat Sudah Aman Dikonsumsi

Semasa hidupnya, Prof. Dr. Sulianti Saroso pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan, Pemberantasan, dan Pembasmian Penyakit Menular (P4M) pada tahun 1967. Ia juga merangkap sebagai Direktur Lembaga Riset Kesehatan Nasional (LRKN). Dalam posisi itu, Profesor Sulianti memberikan perhatian besar pada Klinik Karantina di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Klinik itu telah dikembangkannya menjadi RS penyakit menular sekaligus untuk keperluan riset penyakit menular.

Tidak cukup dengan observasi di RS karantina di Tanjung Priok, Dokter Sulianti pun membangun pos-pos kesehatan masyarakat di berbagai lokasi. Dari observasi lapangan itu lantas lahir rekomendasi-rekomendasi. Di antaranya, vaksinasi massal, vaksinasi reguler (untuk anak usia dini), pelayanan kesehatan bagi ibu dan anak, produksi cairan “Oralit” untuk korban dehidrasi akibat diare, ditambah perencanaan dan pengendalian kehamilan.

Menjelang masa pensiun pada pertengahan 1970-an, Profesor Sulianti aktif sebagai konsultan untuk lembaga internasional WHO dan Unicef. Posisi itu membuatnya sering melakukan perjalanan keluar negeri. Pascapensiun, ia pun terus diminta menjadi tim penasihat untuk Menteri Kesehatan. Dalam posisi itu, ia terus mengawal gagasan-gagasannya tentang tata kelola kesehatan masyarakat, KB, dan pengendalian penyakit menular.

BACA JUGA: Generali iPLAN Tambahkan Perlindungan pada Nasabah Terinfeksi COVID-19

Sebelumnya, ia juga jadi salah satu dokter yang berperan dalam masa kemerdekaan Bangsa Indonesia. Karena, anggota Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) itu sempat terjun sebagai dokter perjuangan yang mengirim obat-obatan ke kantung-kantung gerilyawan republik dan terlibat dalam organisasi taktis seperti Wanita Pembantu Perjuangan dan Organisasi Putera Puteri Indonesia.

Pada tahun 1947, Sulianti ikut delegasi KOWANI ke New Delhi, menghadiri Konferensi Perempuan se-Asia. Di situ, Sulianti dan teman-teman menggalang pengakuan resmi bagi kemerdekaan Indonesia. Saat pasukan Pemerintahan Sipil Hindia Belanda/NICA menyerbu dan menduduki Yogyakarta, pada Desember 1948, Sulianti termasuk ke dalam daftar panjang para pejuang kemerdekaan yang ditahan. Ia meringkuk di penjara dua bulan.

Pascarevolusi kemerdekaan, Dokter Sulianti kembali bekerja di Kementerian Kesehatan. Ia meraih beasiswa dari WHO untuk belajar tentang tata kelola kesehatan ibu dan anak di beberapa negara Eropa, terutama Inggris. Pulang ke tanah air pada 1952, ia telah mengantungi Certificate of Public Health Administrasion dari Universitas London.

Ia pun ditempatkan di Yogya sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI. Beragam kiprah dan jasanya itulah yang mungkin membuat Google merasa sosok Prof. Dr. Sulianti Saroso pantas untuk dikenang hari ini.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related