Mengenang Titiek Puspa lewat Kreativitas Sang Diva

marketeers article
Titiek Puspa. (Sumber: Instagram/titiekpuspa_official)

Oleh: Christina Nawang Endah Pamularsih, Program Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UNSOED, Purwokerto.

Salah satu cara insightful dalam mengenang perjalanan hidup Titiek Puspa adalah dengan merenungkan dan memahami perjalanan kreativitas dan kariernya sebagai seorang artis.

Tetapi, bagaimana orang menjelaskan hubungan proses kreatif dan perjalanan karier seseorang?

Salah satu pakar yang bisa kita minta untuk membantu menjelaskan topik ini adalah Howard Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan dan profesor neurosains dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat. Ia mulai menuliskan gagasannya tentang kecerdasan majemuk yang sangat diminati itu dalam buku Frames of Minds pada tahun 1983.

Berikut adalah tiga poin utama mengenai bagaimana Howard Gardner mengeksplorasi karier profesional para seniman dan kreativitas mereka dalam karya-karyanya, terutama dalam Creating Minds: An Anatomy of Creativity (1993):

  1. Kreativitas sebagai Penguasaan Spesifik untuk Suatu Bidang (Creativity as Domain-Specific Mastery)

Gardner memperlihatkan bahwa kreativitas yang dimiliki seseorang berakar kuat pada keahlian dalam suatu bidang tertentu (seni lukis, musik, atau menulis).

Ia menunjukkan bahwa para seniman yang ia pelajari dan dalami, seperti Picasso atau Stravinsky, tidak serta-merta sejak awal menjadi jenius yang kreatif.

BACA JUGA: Titiek Puspa, Elvy Sukaesih, Waldjinah dan Praktik Manajemen Para Seniman

Sebaliknya, mereka membenamkan diri dalam tradisi bidang mereka, menguasai pola dan aturan domain itu, dan barulah kemudian menyimpang dari hukum yang ada serta mendefinisikan ulang bidang itu.

Dengan kata lain, transformasi kreatif lahir dan berasal dari keterlibatan profesional yang mendalam dan berlangsung lama.

  1. Siklus Hidup Karier Kreatif (The Life Cycle of a Creative Career)

Gardner memetakan bagaimana para profesional kreatif berkembang seiring waktu. Ia membuat tiga pola yang dapat dikenali: Fase magang (apprenticeship phase): mempelajari keterampilan dan menyerap tradisi; Fase terobosan (breakthrough phase): membuat kontribusi orisinal yang menantang status quo; Fase elaborasi (elaboration phase): memperhalus dan memperluas visi yang baru.

Ia mengilustrasikan pola ini melalui studi biografis para seniman, menunjukkan bahwa kreativitas berkembang sebagai upaya sepanjang karier, bukan sekadar momen inspirasi sesaat.

  1. Individu Kreatif sebagai Pembentuk Sistem (Creative Individuals as System Shapers)

Gardner berpendapat bahwa individu yang benar-benar kreatif tidak hanya menghasilkan karya-karya baru; mereka juga memformat ulang bidang tersebut. Mereka mengubah cara berpikir dan cara kerja orang lain dalam bidang itu.

Dalam konteks para seniman, Gardner menunjukkan bahwa karier kreatif mereka sering kali membawa mereka untuk menantang institusi, norma, dan bahkan karya mereka sendiri yang terdahulu.

BACA JUGA: dr. Tirta Bagikan Strategi Pemasaran Kreatif di Era Media Sosial

Di sini, seniman kerap berkontribusi pada evolusi budaya. Kreativitas mereka tidak berdiri sendiri, melainkan bersifat dialogis, melibatkan interaksi dengan audiens, kritikus, dan komunitas seni yang lebih luas.

Sekarang, bagaimana kita memahami dan menerangkan perjalanan Titiek Puspa, artis dan seniman Indonesia yang melegenda dengan menggunakan tiga kategori Howard Gardner di atas?

Berikut adalah penjabaran mendalam mengenai perjalanan Titiek Puspa sebagai seniman legendaris Indonesia melalui tiga kategori pemikiran kreativitas Howard Gardner:

1. Creativity as Domain-Specific Mastery

Howard Gardner meyakini bahwa kreativitas tidak muncul secara tiba-tiba. Kreativitas adalah hasil dari penguasaan dalam satu bidang tertentu.

Dalam konteks ini, Titiek Puspa menunjukkan penguasaan luar biasa dalam bidang musik, penulisan lagu, seni pertunjukan, dan puisi. Sejak usia masih sangat muda, Titiek Puspa telah menunjukkan minat besar dalam seni.

Ia mulai aktif bernyanyi pada awal 1950-an, mengikuti berbagai lomba menyanyi di radio dan panggung-panggung lokal.

Dalam masa awal kariernya, ia berguru pada tokoh-tokoh musik ternama seperti H. Mutahar (w. 2004) dan Ismail Marzuki (w. 1958), yang membantunya menyerap tradisi musik Indonesia yang kaya akan struktur dan makna lirik.

BACA JUGA: Cara Menambahkan Lagu dari Shazam ke Playlist Spotify dan Apple Music

Nama panggung “Titiek Puspa” diberikan oleh Presiden Soekarno sendiri di awal 1960-an.

Ini menjadi sebuah pengakuan atas kualitas seninya yang telah menonjol. Dari sinilah, ia mulai menghasilkan karya-karya orisinal, seperti Kupu-Kupu Malam, Bing, dan Marilah Kemari, yang bukan hanya populer tetapi juga mengandung nilai sastra, kritik sosial, dan refleksi batin—tanda dari seniman yang telah menguasai kaidah dan kemudian menafsirkan ulang ranah seni musik Indonesia.

2. The Life Cycle of a Creative Career

Gardner merumuskan sebuah pola yang menjelaskan bahwa karier kreatif berkembang dalam tiga tahap. Perjalanan Titiek Puspa sangat mencerminkan pola ini:

Apprenticeship Phase: Pada fase awal (1950-an hingga awal 1960-an), Titiek adalah seorang pemula yang belajar dengan tekun dari para maestro musik Indonesia.

Ia berlatih menyanyi dan menulis lirik sambil memahami tradisi musik keroncong, langgam, dan pop Indonesia yang berkembang pada masa itu. Ia tampil di Radio Republik Indonesia (RRI) dan mulai dikenal luas melalui lagu-lagu ciptaan komposer besar.

Breakthrough Phase: Terjadi pada pertengahan 1960-an hingga 1970-an, ketika Titiek tidak hanya menyanyi tetapi menulis sendiri lagu-lagunya—suatu langkah besar di masa ketika penulis lagu perempuan masih langka.

BACA JUGA: Inovasi, Kreativitas, dan Sustainability jadi Strategi Good Day Gaet Gen Z

Lagu Bing (didedikasikan untuk Bing Slamet, sahabat dekatnya yang wafat) menunjukkan kedalaman ekspresi personal dan musikal.

Lagu Kupu-Kupu Malam menggambarkan sisi kemanusiaan dari pekerja seks dengan sangat puitis dan empatik—ini adalah karya yang menantang norma dan dianggap tabu masyarakat.

Elaboration Phase: Dalam fase ini, sejak 1980-an hingga sekarang, Titiek terus mengembangkan dirinya.

Ia menulis puisi, bermain dalam sinetron, teater, dan terus menulis lagu. Di usia 70-an, ia merilis puisi spiritual dan tampil dalam panggung-panggung reflektif.

Ia juga menciptakan lagu anak-anak seperti yang menggabungkan nilai pendidikan dan hiburan.

3. Creative Individuals as System Shapers

Inilah puncak perjalanan kreativitas seseorang yang dilukiskan Gardner. Seniman besar tidak hanya berkarya, tapi mengubah sistem dan membentuk ekosistem seni itu sendiri.

Titiek Puspa adalah contoh nyata. Ia membuka ruang bagi perempuan dalam dunia penciptaan lagu, yang sebelumnya didominasi pria. Ia menantang tema-tema tradisional, berani menyentuh isu sosial dan eksistensial dalam karya populernya. Ia berinteraksi aktif dengan masyarakat, generasi muda, dan media, menjadikan dirinya tokoh budaya yang berpengaruh lintas zaman.

Pada tahun 2009, ia mengendalikan kanker rahim yang dideritanya, dan kembali berkarya dengan semangat baru.

Dalam wawancara di Metro TV dan Kompas, ia menyatakan bahwa proses penyembuhan spiritual dan kesadaran hidup menjadi bagian dari karya-karyanya yang dipenuhi dengan nilai-nilai kehidupan.

Melalui pola pikir yang dirumuskan Howard Gardner, kita dapat memahami bahwa perjalanan kreatif Titiek Puspa bukan hanya tentang popularitas. Gardner memperlihatkan sebuah pola pikir mengenai perjalanan profesional mendalam, perkembangan artistik bertahap, dan kontribusi sistemik terhadap kebudayaan Indonesia.

Ia bukan hanya seniman, tetapi arsitek perubahan dalam dunia seni dan budaya nasional.

Editor: Eric Iskandarsjah Z 

Related

award
SPSAwArDS