Menguak Fenomena “Daddy Issues” di Balik Hari Ayah Nasional

marketeers article
Menguak Fenomena “Daddy Issues” di Balik Hari Ayah Nasional (Foto: 123rf)

Tanggal 12 November diperingati sebagai Hari Ayah Nasional, momen yang dimaknai untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada ayah. Perannya dalam tumbuh kembang anak memang memiliki porsi seimbang dengan ibu.

Kehilangan figur ayah memungkinkan munculnya situasi mental yang rumpang, terutama bagi anak perempuan. Salah satunya adalah daddy issues, istilah yang pertama kali dicetuskan oleh Sigmund Freud sebagai father complex.

Psikoanalisis dari Austria itu mendefinisikan father complex sebagai impuls dan asosiasi bawah sadar seseorang sebagai dampak hubungan buruk dengan ayah mereka. Dengan kata lain, ini merupakan imbas dari hubungan keluarga yang tidak harmonis.

BACA JUGA: Belajar Menerapkan Stoikisme di Hari Kesehatan Mental Sedunia

Di kalangan generasi muda, daddy issues sering kali dimaknai sebagai ketertarikan perempuan terhadap lelaki yang lebih tua. Istilah ini juga kerap digunakan untuk menggambarkan preferensi perempuan yang suka mendapat perlakuan ‘kasar’ di ranjang.

Lantas, benarkah daddy issues bermakna demikian? Untuk mengetahuinya lebih lanjut, berikut ulasannya yang dirangkum dari jurnal Role of Father in Child Personality Development (2019):

Apa Itu Daddy Issues?

Daddy issues umumnya terjadi pada seseorang yang punya hubungan kurang harmonis dengan ayahnya. Kondisi ini memang dapat memengaruhi pola pikir, sikap, bahkan karakter seseorang, namun bukan termasuk sebagai masalah kesehatan mental.

Kehadiran sosok ayah sendiri berperan penting dalam perkembangan psikologis dan sosial anak. Sebab, pola ikatan antara ayah dan anak yang terbentuk sejak kecil bakal memengaruhi cara membangun hubungan dengan orang lain pada masa depan.

Bila ikatan antara keduanya kurang baik, tak menutup kemungkinan sang anak berpotensi sulit memercayai orang lain, ingin selalu mencari perhatian, dan haus kasih sayang. Mereka juga lebih berisiko terjebak dalam toxic relationship dengan pasangannya kelak.

Adapun sikap dan perilaku yang umumnya menandai kondisi ini, salah satunya hanya tertarik pada orang yang lebih tua. Ya, perempuan yang mengalami daddy issues cenderung menjalin hubungan romantis dengan lelaki yang lebih ‘dewasa’.

BACA JUGA: Antara Hedonia dan Eudaimonia, Mana yang Lebih Membuat Bahagia?

Hal ini karena mereka mendambakan kehadiran father figure yang bisa memberikan perhatian, kasih sayang, dan rasa aman, sebagaimana yang tidak mereka dapatkan semasa kecil. Karena itulah, mereka akan berusaha mencarinya dari pasangan yang terlihat ‘dewasa’.

Selain itu, orang yang mengalami daddy issues sering kali tak suka kesendirian, selalu menuntut perhatian, dan merasa takut ditinggalkan pasangannya. Mereka cenderung sulit memercayai orang lain, yang lantas akan membawanya pada hubungan beracun. 

Meski bukan gangguan mental, daddy issues ternyata dapat diatasi dengan berkonsultasi ke psikolog atau psikiater. Dengan berkonsultasi, masalah dan luka yang berkaitan dengan sosok ayah pada masa lalu bisa segera teridentifikasi.

Setelah masalah tersebut teridentifikasi, barulah bisa dilakukan penanganan lewat terapi atau konsumsi obat-obatan tertentu. Dengan begitu,, mereka yang mengalami daddy issues setidaknya bisa mengatasi gejala kecemasan yang kerap dirasakan.

Demikianlah pembahasan mengenai daddy issues, kondisi psikologis yang berkaitan dengan kehadiran sosok ayah semasa kecil. Meski bukan termasuk gangguan mental, tak ada salahnya berkonsultasi dengan ahli jika Anda merasa kondisi ini menyebabkan kecemasan berlebih. 

Editor: Ranto Rajagukguk

Related