Menilik Konsumsi Hasil Produksi Dalam Negeri

marketeers article
Worker pressing buttons on CNC machine control board in Asian factory

Mungkin terdengar sepele, namun sadarkah Anda bahwa menggunakan produk dalam negeri sekecil apa pun akan berdampak bagi nilai perekonomian bangsa?  Kementerian Perindustrian (Kemenperin) merilis peningkatan pada produktivitas dan permintaan bahkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap produk impor.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara mengatakan sejumlah industri manufaktur nasional telah mampu menunjukkan kemampuan kompetitifnya di pasar global. Capaian ini membuat Indonesia menjadi basis produksi dan eksportir yang diperhitungkan, sehingga dapat dikategorikan sebagai negara industri.

“Indonesia memiliki perusahaan mainan yang telah menguasai pasar global, yakni PT Mattel Indonesia. Untuk boneka merek Barbie, enam dari 10 yang beredar di dunia itu dihasilkan dari perusahaan tersebut. Selain itu, mobil mainan Hot Wheels, dua dari 10 produk yang ada di dunia merupakan buatan anak bangsa,” ungkap Ngakan di Depok, Senin (29/10/2018).

Menilik sektor lain seperti industri otomotif, Ngakan mengatakan Daihatsu Indonesia sebagai pabrik otomotif milik Daihatsu Jepang telah melakukan produksi di Karawang. Setidaknya terdapat 500 ribu unit yang diproduksi per tahun. Bahkan, jumlah ini lebih banyak dibanding produksi di Jepang yang mencapai maksimal 200 ribu unit per tahun. “Daihatsu Indonesia juga mengekspor hasil produksi ke lebih dari 60 negara,” ungkap Ngakan.

Di industri telepon seluler (ponsel), Indonesia telah menjadi lokasi produksi bagi 42 merek ponsel yang ada di seluruh dunia, dengan total produksi mencapai 68 juta unit per tahun. Dengan peningkatan kapasitas tersebut, impor ponsel yang awalnya sebesar 62 juta unit pada tahun 2013, turun drastis menjadi 11 juta unit di tahun 2017.

“Sedangkan, di sektor industri kecil juga mengalami penambahan, dari tahun 2014 sebanyak 3,52 juta unit usaha menjadi 4,49 juta unit usaha pada tahun 2017. Artinya, tumbuh hingga 970 ribu industri kecil selama empat tahun belakangan ini,” ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, daya saing industri nasional yang semakin mengglobal, terlihat dari adanya peningkatan pada nilai tambah industri. Selain itu, kenaikan indeks daya saing global, peringkat manufacturing value added (MVA), serta pangsa pasar industri nasional terhadap manufaktur global.

“Nilai tambah Industri nasional meningkat hingga US$34 miliar, dari 2014 yang mencapai US$202,82 miliar menjadi US$236,69 miliar saat ini. Sementara itu, apabila melihat indeks daya saing global, yang sekarang diperkenalkan metode baru dengan indikator penerapan revolusi industri 4.0, peringkat Indonesia naik dari posisi 47 tahun 2017 menjadi level ke-45 di 2018,” ujarnya.

Bahkan, merujuk data The United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), indeks MVA untuk industri di Indonesia naik tiga peringkat dari posisi 12 pada tahun 2014 menjadi level ke-9 di 2018. “Selain itu, pangsa pasar industri manufaktur Indonesia di kancah global pun ikut meningkat menjadi 1,84% pada tahun 2018,” lanjutnya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

    Related