LG Energy Solution dikabarkan segera mundur dari konsorsium kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dengan nilai investasi Rp 129,8 triliun. Pemerintah memastikan keputusan yang dilakukan perusahaan asal Korea Selatan ini tak menghambat pengembangan industri EV di Indonesia.
Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perindustrian menjelaskan, masyarakat maupun pelaku industri Tanah Air tidak perlu dikhawatirkan karena mundurnya LG akan digantikan dengan mitra investasi baru asal Cina, yakni Huayou. Perusahaan yang berkantor pusat di Tongxiang Zhejiang ini bergerak dalam kegiatan penelitian, pengembangan, dan manufaktur material baterai lithium-ion energi serta material kobalt.
BACA JUGA: Strategi XPENG Sasar Segmen EV lewat AI dan Ekspansi
Komponen tersebut biasanya digunakan untuk elektronik hingga kendaraan listrik. Agus menyebut, dalam sebuah konsorsium bisnis atau proyek skala besar, pergantian investor merupakan hal yang lazim terjadi.
“Ini tidak mengganggu dari target program pengembangan EV di Indonesia. Akselerasi pengembangan untuk ekosistem kendaraan listrik di Indonesia tetap berjalan sesuai perencanaan dan targetnya, apalagi sudah ada yang berproduksi,” kata Agus melalui keterangan resmi, Jumat (25/4/2025).
BACA JUGA: PLN Resmikan SPKLU Center Pertama Berkapasitas 120 kW
Menurutnya, saat ini sudah ada dua perusahaan yang memproduksi baterai untuk motor listrik, yaitu PT Industri Ion Energisindo yang memiliki kapasitas produksi sebanyak 10.000 pcs baterai per tahun dan investasi sebesar Rp 18 miliar, serta PT Energi Selalu Baru yang memiliki kapasitas produksi sebanyak 12.000 pcs baterai per tahun dan investasi sebesar Rp 15 miliar.
Sementara itu, terdapat dua industri baterai sel untuk mobil listrik, yaitu PT HLI Green Power, yang merupakan konsorsium antara Hyundai Grup dan LG sebagai produsen sel baterai, dengan kapasitas tahap pertama sebanyak 10 GWh dengan total nilai investasi mencapai US$ 1,1 miliar.
Industri sel baterai ini akan memasok 150.000 hingga 170.000 unit kendaraan bermotor listrik melalui PT Hyundai Energy Indonesia selaku industri baterai pack yang memiliki kapasitas produksi mencapai 120 ribu pack baterai kendaraan bermotor listrik dengan total investasi sebesar Rp 674 milliar.
Kedua, PT International Chemical Industry yang memiliki kapasitas produksi mencapai 100 MWh per tahun atau setara dengan 9 juta sel, dengan target total kapasitas produksi sebesar 256 MWh per tahun atau setara dengan 25 juta sel.
Selain PT Hyundai Energy Indonesia terdapat satu produsen baterai pack lain, yaitu PT Gotion Green Energy Solutions Indonesia yang memiliki total nilai investasi lebih dari US$ 8,7 juta dengan kapasitas produksi sebesar 17.952 unit per tahun.
“Perkembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia ini semakin tumbuh, dengan kapasitas yang jauh melampaui perkembangan pasar. Hal ini juga didorong dari berbagai kebijakan strategis dari pemerintah, termasuk memberikan kepastian dan kemudahan usaha, penyusunan roadmap, serta pengoptimalan tingkat komponen dalam negeri (TKDN),” ujarnya.
Agus menambahkan, pada tahun 2030 industri otomotif di dalam negeri dapat memproduksi 9 juta unit sepeda motor listrik roda dua dan tiga serta 600 ribu unit mobil dan bus listrik.
Target tersebut diharapkan dapat berkontribusi terhadap pengurangan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 21,65 juta barel atau setara pengurangan emisi CO2 sebanyak 7,9 juta ton secara total.
Hingga saat ini, di Indonesia sudah ada 63 perusahaan yang memproduksi sepeda motor listrik roda dua dan tiga, dengan jumlah kapasitas produksi sebanyak 2,28 juta unit per tahun dan total investasi sebesar Rp 1,13 triliun.
Kemudian, terdapat sembilan perusahaan yang memproduksi mobil listrik dengan jumlah kapasitas produksi sebanyak 70.060 unit per tahun dan investasi sebesar Rp 4,12 triliun.
Ada pula, tujuh perusahaan yang memproduksi bus listrik, dengan jumlah kapasitas produksi sebanyak 3.100 unit per tahun dan total investasi sebesar Rp 0,38 triliun.
“Jadi, keseluruhan investasi tersebut sebesar Rp 5,63 triliun. Investasi ini yang perlu kita jaga, karena membawa multiplier effect bagi perekonomian kita, termasuk pada peningkatan jumlah tenaga kerja di Indonesia,” tuturnya.
Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz