PT Bank Syariah Indonesia (BSI) membukukan laba bersih sebesar Rp 1,88 triliun sepanjang kuartal I tahun 2025. Perseroan meraih kenaikan laba sebesar 10% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Bob T Ananta, Pelaksana Tugas (Plt) BSI menjelaskan, peningkatan laba didorong oleh transformasi layanan digital sehingga mendorong peningkatan berbasis fee (fee based income/FBI). Secara keseluruhkan, kinerja BSI pada kuartal I tahun ini tumbuh 39,3% (yoy) menjadi Rp 1,7 triliun.
BACA JUGA: Kantongi Izin, BSI Bakal Buka Cabang di Arab Saudi
“Secara komposisi fee based ratio juga naik signifikan per Maret 2025 dari 16,91% ke level 20,35%,” kata Bob melalui keterangan resmi, Selasa (6/5/2025).
Bob mengatakan meningkatnya fee based ratio adalah impact dari implementasi strategi perbaikan infrastruktur transaction banking sepanjang tahun 2024 seperti peluncuran BYOND by BSI, penambahan EDC, QRIS BSI, ditambah fokus pada bisnis emas terutama setelah penetapan BSI sebagai bank emas oleh Presiden Prabowo Subianto pada 26 Februari 2025.
BACA JUGA: Bos BSI Sebut Emas Jadi Solusi Investasi, Ramal Harga Tembus US$ 3.500
“Dalam kondisi ekonomi global yang challenging, emas telah menjadi jalan keluar bagi investor untuk menempatkan dananya dan ini menjadi big opportunity bagi BSI,” ungkapnya.
Bisnis BSI Emas melalui BYOND by BSI naik signifikan yang mana hal tersebut didorong tren pembelian emas oleh nasabah dan kesiapan produk emas BSI. Secara pertumbuhan nasabah juga terjadi peningkatan signifikan di sekitar 28% menjadi sekitar 119 ribu nasabah per Maret 2025 dan saldo emas BSI pada posisi 621 kg.
Dari sisi pertumbuhan, per posisi Maret 2025 bisnis emas di BSI melesat 81,99% (yoy) ke level Rp 14,33 triliun. Cicil emas mendominasi pertumbuhan bisnis emas mencapai Rp 7,37 triliun tumbuh 168,64% (yoy), Gadai Emas mencapai Rp 6,96 triliun tumbuh 35,65% (yoy).
Bisnis emas mampu memberikan kontribusi fee based income perusahaan sebesar 17,81%. Pendapatan fee based lainnya dari bisnis e-chanel dan treasury juga meningkat.
Bob mengakui bisnis berbasis emas menjadi penting karena merupakan bagian dari pertumbuhan anorganik dan menjadi krusial disaat kondisi ekonomi yang cukup menantang saat ini. Dia bersyukur bahwa hampir seluruh indikator kinerja keuangan BSI masih tumbuh positif secara tahunan (yoy) baik dari sisi pertumbuhan aset, pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK).
Ade Cahyo Nugroho, Direktur Finance & Strategy BSI menambahkan, aset BSI per posisi Maret 2025 mencapai Rp 401 Triliun, tumbuh 12% (yoy). DPK tumbuh 7,4% (yoy) ke level Rp 319 triliun di mana 60,96% dikontribusi oleh dana murah (CASA).
Adapun pembiayaan BSI masih tumbuh 16,21% (yoy) dengan kualitas yang terjaga sebagai indikasi Perseroan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Per posisi Maret 2025, total pembiayaan yang disalurkan BSI Rp 287,2 triliun berdasarkan segmen.
Pembiayaan yang disalurkan oleh BSI ke segmen konsumer, bisnis emas dan kartu mencapai Rp 156,71 triliun tumbuh 16,08% (yoy), disusul segmen wholesale mencapai Rp 80,62 triliun tumbuh 17,28% (yoy), dan retail Rp 49,87 triliun tumbuh 14,91% (yoy).
Kualitas pembiayaan terjaga dengan indikasi non-performing loan (NPF Gross)s 1,88% membaik dari periode sebelumnya. Cost of credit (CoC) perseroan juga membaik di level 0,93%. Ade Cahyo mengatakan bahwa tahun 2025 ini kondisi cukup menantang dampak dari global macroeconomy dan geopolitik.
“Kami menyadari mulai ada tekanan likuiditas dan karena itu kami harus mengantisipasi dengan fokus pada strategi untuk menumbuhkan bisnis yang prudent dan tentu menjaga efisiensi agar perseroan tetap dapat membukukan kinerja sesuai target yang telah ditetapkan,” katanya
BSI terus menggali potensi bisnis yang lebih luas terutama yang memiliki uniqueness syariah seperti Tabungan Haji yang masuk kategori dana murah dan jangka panjang, ekosistem ziswaf, terus meningkatkan digitalisasi untuk kenyamanan nasabah dan tentu saja mengoptimalkan potensi bisnis emas.