Neraca Dagang RI Surplus US$ 24,9 Miliar, Didominasi Ekspor UKM

marketeers article
Sumber gambar: 123rf

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat neraca perdagangan Indonesia periode Januari hingga Juni 2022 mengalami surplus sebesar US$ 24,9 miliar. Jumlah tersebut didorong oleh kontribusi nilai ekspor Indonesia pada semester I tahun 2022 yang mencapai US$ 141,1 miliar atau naik sebesar 37,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Miftah Farid, Direktur Pengembangan Ekspor Jasa dan Produk Kreatif Kemendag mengungkapkan, moncernya ekspor yang didapatkan dalam enam bulan pertama tahun ini didominasi oleh para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM). Sebanyak 77,28% eksportir Indonesia merupakan pelaku UKM.

“Kinerja ekonomi Indonesia menunjukkan hasil yang positif di mana saat ini pasar utama Indonesia pada semester I tahun 2022 antara lain adalah Tiongkok, tentu saja dengan nilai ekspor mencapai hampir US$ 28 miliar. Kemudian, disusul dengan Malaysia, Jepang, dan negara-negara lain termasuk India,” kata Farid dalam kegiatan Marketeers Hangout secara virtual di Jakarta, dikutip Kamis (11/8/2022).

Menurutnya, beberapa komoditas ekspor yang masih menjadi primadona seperti di antaranya besi dan baja, produk kertas, serta tekstil dan produk tekstil (TPT). Selain itu, ada pula produk kimia, plastik, olahan daging, ikan dan tembakau, serta makanan dan minuman.

Termasuk salah satu komoditas yang tengah naik daun, yakni nikel. Komoditas tersebut tengah diburu oleh produsen kendaraan listrik sebagai bahan baku baterai lithium.

“Itu merupakan produk yang menjadi unggulan di pasar global. Tentunya, kami berharap kinerja positif ini akan terus berlanjut di tahun-tahun selanjutnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Farid menyebut, meskipun UKM bisa melakukan ekspor dengan baik, pada praktiknya mereka memiliki banyak tantangan untuk mengembangkan bisnis. Tantangan yang kerap dihadapi di antaranya seperti kurangnya informasi riset pasar ekspor dan pengetahuan tata cara ekspor. Kemudian, masalah yang selalu dihadapi adalah perizinan regulasi di negara tujuan ekspor.

“Lalu masalah lain adalah akses pembiayaan dan kesesuaian produk dengan permintaan, baik itu terkait dengan labeling, desain, serta kurangnya kapasitas sumber daya manusia (SDM). Untuk itu, pemerintah bersama seluruh lembaga akan terus bekerja sama menyelesaikan permasalahan ini,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related