Netflix Ungkap Perjuangan Perempuan di Industri Perfilman

marketeers article
Acara perayaan hari perempuan bertajuk Reflections of Me yang diselenggarakan Netflix. Sumber gambar: Tri Kurnia Y/Marketeers.

Para perempuan yang bekerja di industri perfilman hingga sekarang terus berjuang agar karya-karya bisa diterima masyarakat. Pasalnya, industri film masih didominasi peran laki-laki, mulai dari aktor hingga orang-orang di belakang layar.

Anu Chopra, kritikus film asal India sekaligus Lead Program Netflix menuturkan fenomena tersebut terjadi hampir di seluruh negara. Bahkan, secara jumlah pekerja perempuan di industri perfilman belum sampai separuh dari pekerja laki-laki.

BACA JUGA: Netflix Turunkan Harga Paket Langganan demi Tambah Pengguna

“Namun sekarang sudah kehadiran perempuan dalam industri film sudah semakin diterima. Berbeda dengan era tahun 1980-an meskipun populasinya belum 50:50,” kata Anu dalam acara perayaan hari perempuan bertajuk Reflections of Me, dikutip Jumat (17/3/2023).

Menurutnya, kehadiran perempuan sebenarnya memberikan warna tersendiri dalam industri perfilman. Mereka bisa memerankan karakter yang cukup kuat sebagai aktris maupun bisa menulis cerita mendalam.

Anu bilang ke depan para perempuan yang bekerja di industri perfilman harus berani bersaing dengan laki-laki. Dia percaya perempuan bisa memberikan kontribusi yang sama baiknya dengan laki-laki pada industri ini.

BACA JUGA: Lampaui Ekspektasi, Jumlah Pelanggan Netflix Naik Tajam

“Sekarang mulai banyak pimpinan produksi dari perempuan yang membawahi banyak pekerja laki-laki. Saya kira itu akan memberikan dampak yang baik,” ujarnya.

Sementara itu, Kamila Andini, sutradara perempuan asal Indonesia mengatakan untuk meningkatkan peran perempuan dalam industri perfilman perlu memberikan ruang aman dalam setiap produksi film. Sebab, industri yang didominasi oleh laki-laki cenderung tak diminati regenerasi perempuan karena banyaknya risiko.

Dia bilang risiko yang paling banyak terjadi salah satunya terkait dengan pelecehan seksual secara fisik maupun verbal. Dengan begitu,  perlu dilakukan edukasi lebih banyak kepada para pelaku industri perfilman.

Untuk mengantisipasi terjadinya pelecehan, dia dalam memproduksi film selalu menyeimbangkan rasio pekerja antara laki-laki dan perempuan. Tujuannya agar memberikan jaminan rasa aman bagi para pekerjanya.

“Itu masih menjadi tantangan di industri perfilman yang masih didominasi laki-laki. Perlu kiranya membangun kesadaran semua gender berhak mendapatkan rasa nyaman, lingkungan yang aman, dan bekerja menghasilkan karya terbaik,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related